GHAZWUL Fikri saat ini sudah seringkali dibicarakan, namun sangat disayangkan, masih banyak orang yang salah memaknai Ghazwul Fikri sebagai teori konspirasi.
Narasumber Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Akmal Syafril mengatakan bahwa penting sekali bagi kita untuk mengingat kembali makna dari kedua kata tersebut, yaitu ghazwah (perang) dan fikrah (pemikiran) sehingga kesalahpahaman dapat dihindari.
Ghazwul Fikri (perang pemikiran) tidak hanya sekadar perang tanpa senjata atau perang menggunakan akal, tetapi harus disertai dengan persiapan ilmu serta perencanaan yang matang karena perang sangat berbeda dengan tawuran atau semacamnya.
Adi, salah satu peserta berpendapat bahwa Ghazwul Fikri lebih berbahaya daripada perang fisik.
Menurutnya, karena di era serba digitalisasi saat ini, hampir semua orang sudah memiliki gawai di tangan, sehingga sangat mudah untuk menerima dan mengirimkan berbagai informasi yang tayang.
Selain itu, ia menambahkan, perlu adanya kesadaran individu untuk menyaring setiap informasi yang diterima. Karena untuk meruntuhkan suatu bangsa di masa kini, cukup dengan sekali click & share.
Baca juga: Dari Perang Fisik Menjadi Perang Pemikiran
Ghazwul Fikri Bukan Teori Konspirasi
Maka dari itu, penguatan akidah, nalar berpikir dan menjunjung tinggi Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber informasi tertinggi sangat penting karena Islam itu merupakan rahmatan lil ‘alamin.
Peserta SPI lainnya, Alia mengatakan bahwa perang pemikiran ataupun perang fisik masing-masing berbahaya, namun Ghazwul Fikri lebih berbahaya karena menggerogoti Islam dari dalam.
Yaitu keimanan dan pola pikir kaum muslimin sehingga bisa dilemahkan dari dalam bukan dengan kekuatan musuh, tapi dirinya sendiri lupa atau setidaknya kebingungan akan kebenaran maupun identitasnya.
Harapan salah seorang peserta malam itu terhadap SPI yaitu semoga SPI menjadi salah satu sumber rujukan bagi umat Islam, dan dapat menjadi jembatan yang terus membantu untuk mengarahkan ke jalan yang lurus dan diridhai Allah Subhanahu wa taala. [ind/Ririn]