ChanelMuslim.com – Nazar Abdul Muthalib dan mimpi menggali sumur zamzam. Abdul Muthalib bernazar bahwa jika dirinya dikaruniai sepuluh anak laki-laki, maka dia akan mengorbankan salah satu anaknya. Allah swt pun mengaruniakan kepada istrinya anak kesepuluh itu.
Abdul Muthalib bernadzar, “Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam, maka salah seorang di antara 10 anak itu akan kusembelih di Ka’bah sebagai kurban untuk Tuhan.”
Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 anak laki-laki. Setelah semua anak beranjak dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.
“Aku pernah bernazar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki,” ucap Abdul Muthalib.
Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.
“Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya,” ujar Abdul Muthalib kepada 10 anaknya.
Baca Juga : Kisah Abdul Muthalib dan Kebiasaan Masyarakat Arab pada Masa Jahiliyah
Di hadapan patung dewa tertinggi Ka’bah, juru qidh (anak panah) meminta setiap anak menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan berhala Hubal.
Nama anak yang keluar adalah Abdullah. Abdul Muthalib langsung lemas karena Abdullah merupakan anak kesayangannya, anak yang paling bagus akhlak dan budi pekertinya.
Bahkan Abdullah juga anak kesayangan seluruh kabilah Quraisy. Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.
“Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa membatalkan nazarmu!”
Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang menyetujui niatnya itu?
Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Mukjizat diturunkan Allah swt kepadanya. Lewat mimpinya, Abdul Muthalib seolah diarahkan untuk menemukan sumur Zamzam. Dalam mimpinya berkali-kali itu, Abdul Muthalib diperintahkan untuk menggali sumur Zamzam. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang.
“Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!”
Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits menggali dan menggali lebih giat. Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.
“Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!” kata mereka satu sama lain.
Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na’ila, air membersit.
“Air! Harits! Lihat, ada air!” seru Abdul Muthalib saking kagetnya.”Ayo kita gali terus, Ayah. Ayo gali terus!”
Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Mudzaz bin Amr adalah mertua Nabi Ismail as yang pernah mencoba menggali Zamzam tapi tidak berhasil. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang berbondong-bondong.
“Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!” pinta mereka.
“Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka’bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa.”
Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka’bah. Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka’bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.
Baca Juga : Maryam binti Imran Berkeluh Kesah saat Mau Melahirkan, Tapi Akhir Kisahnya Begitu Menyentuh
Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat membantunya. Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka’bah, sedangkan pelana-pelana emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.[ind/Walidah]
Bersambung