ChanelMuslim.com- Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia tak akan bahas masa jabatan Presiden, Gubernur, Wali Kota/Bupati. Begitu pun tentang politik dinasti. Dua usulan itu dinilai tidak lolos inventarisasi bahasan karena aktualitas, kemendesakan, dan skala prioritas.
Seperti dilansir laman detikcom Rabu (21/10), MUI tidak akan membahas isu masa jabatan Presiden, Gubernur, Wali Kota/Bupati dan politik dinasti dalam Munas yang akan berlangsung 25 hingga 28 November mendatang. Hal tersebut karena usulan itu tidak lolos dalam inventarisasi bahasan karena aktualitas, kemendesakan, dan skala prioritas.
"Dari 12 isu yang masuk daftar inventarisasi, hingga Senin malam kemarin mengerucut menjadi tiga isu dengan pertimbangan aktualitas, kemendesakan, dan skala prioritas," jelas sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh.
Niam juga menjelaskan, dua isu itu tidak masuk dalam inventarisasi bahasan. Dua isu itu akan dialihkan menjadi rekomendasi.
Menurutnya, isu itu muncul setelah pembahasan masa jabatan kepala pemerintahan selama 5 tahun perlu dievaluasi karena dalam praktiknya selama ini kurang efektif. Seringkali kepala pemerintahan menggunakan tahun pertama untuk konsolidasi. Visi dan misi baru dijalankan di tahun ke dua dan ke tiga, sebab tahun ke empat sudah terpecah untuk kepentingan pemilu berikutnya.
Sebelumnya, ada usulan di Komisi Fatwa untuk membahas masa jabatan tersebut tidak lagi 5 tahun dan dua periode. Melainkan, hanya 7 hingga 8 tahun dengan hanya satu periode.
Untuk Munas ini tiga isu besar yang telah disepakati untuk dibahas Komisi Fatwa. Yaitu, terkait pemanfaatan organ tubuh untuk kepentingan pengobatan seperti teknologi stem cell, zakat perusahaan, serta haji belia dan dana talangan.
Selain pembahasan di Komisi Fatwa tersebut, Munas MUI juga akan membahas program kerja dan memilih pimpinan baru MUI periode 2020-2025. (Mh)