ChanelMuslim.com – Riri Rengganis merupakan pemilik 2 brand yaitu Indische (ready-to-wear kebaya, berdiri sejak 2008) dan Rengganis (ready-to-wear ethnic contemporary womenswear & accessories, berdiri sejak 2017). Kedua brand ini mengangkat keunikan teknik tradisional bordir tangan yang didesain secara kontemporer. Selain itu, tekstil tradisional Indonesia lainnya seperti batik tulis dan tenun selalu hadir sebagai pelengkap koleksi.
Bagi sosok Riri Rengganis, dirinya sadar sepenuhnya bahwa survive atau tidaknya kita juga sangat tergantung pada situasi masing-masing sebelum pandemi.
"Maka tanpa bermaksud menggurui, saya hadir di sini untuk bercerita saja bagaimana saya bertahan 3 bulan terakhir karena tertolong beberapa faktor pendukung yang saya miliki," ujar Riri bercerita bagaimana dirinya melewati masa sulit karena Pandemi Covid-19 pada Zoom Meeting yang digelar oleh Indonesian Fashion Chamber pada Senin, 22 Juni 2020.
Riri bercerita ketika pandemi sudah melanda negara-negara tetangga, sebetulnya workshopnya pada Februari dan Maret sudah menunjukkan penurunan terus dalam omset. April awal adalah puncak terburuk, drop hingga 80%. Produksi dihentikan, stok di toko (3 outlet) sudah banyak dan tidak bisa diambil karena mall tutup semua.
"Maka strategi pertama yang pasti dilakukan kebanyakan orang ketika itu adalah genjot medsos dan blast WA ke seluruh customer database utk berpromosi, tapi apa yang terjadi? Malah backfire: mereka “curhat” balik karena kondisi mereka pun sedang tidak memungkinkan untuk berbelanja. Maka dari situ saya segera hentikan broadcast ke pelanggan, karena takut terkesan “tidak sensitif” terhadap situasi mereka. Posting foto baju di medsos juga dihentikan. Lalu dari situ saya rubah strategi," cerita Riri detail.
EVALUASI PRODUK YANG ADA
Anggota IFC Bandung ini mengaku mulai evaluasi produk kedua brandnya apakah masih relevan dengan situasi mendatang?
1. Indische: Kebaya tidak relevan
2. Rengganis: relevan (karena bisa dipakai di rumah) tetapi terlalu mahal (rata-rata 1 juta ke atas)
3. Koleksi kain-kain tradisional titipan dari pengrajin: batik tulis dan tenun asli sulit dijual karena mahal.
"Sebetulnya banyak ide untuk membuat produk yang lebih relevan, seperti membuat daster cantik, baju casual yang lebih simple dan murah, dan sebagainya, tetapi itu terlalu lama prosesnya," ungkap Riri.
Sehingga Riri memilih untuk fokus pada 2 hal yaitu pertama membuat menu baru di website yang menjual tekstil tradisional Indonesia tetapi juga menawarkan jasa jahit dengan konsep tanpa potong. Maka pembelian kain tersebut bisa dianggap sebagai investasi, membantu pengrajin, tapi juga bisa dipakai tanpa merusak nilai kain tersebut. Selain itu ditawarkan juga jasa “jahit tanpa potong” untuk kain dari koleksi pribadi para pelanggan.
"Kedua saya membuat masker dengan desain yang bisa dipadankan dengan bestsellers koleksi lama supaya bisa ditawarkan ke semua pelanggan loyal. Di awal April belum banyak brand lain yang membuat masker premium, maka saya buru-buru post foto 2 desain masker berbordir dipadukan dengan bajunya. Tanggapannya ternyata bagus, maka
seminggu berikutnya (pertengahan April) saya launch lagi 7 desain baru. Di minggu terakhir April, pesanan yang masuk alhamdulillah menutup kekurangan omset di awal bulan hingga masih bisa menggaji karyawan," sambung Riri lagi.
AMBIL ALIH PEKERJAAN SALES ADMIN
Menurut Riri juga di saat seperti ini, hubungan personal antara pelanggan dengan desainernya sangatlah penting. Semua pelanggan lama senang sekali ketika tahu bahwa yang menjawab WAnya adalah desainernya langsung, sehingga mereka lebih leluasa bertanya tentang customization dan konsultasi padu padan dari koleksi yang sudah mereka miliki maupun yang ingin mereka beli, dan sebagainya.
"Tetapi di luar dugaan, muncul ratusan pelanggan baru yang ingin membeli masker saya, padahal mereka sebelumnya tidak tahu brand saya. Jadi, saya dengan tekun ajak ngobrol semuanya, mengenalkan siapa saya dan bahwa masker ini hanya produk sampingan, yang utama adalah pakaian dan bisa dilihat di website. Ini saya lakukan terus menerus selama 3 minggu sepanjang hari sampai jam 1 malam," ujarnya.
EKSIS TERUS DI MEDSOS, BUKTI KEPADA PELANGGAN BAHWA KITA TETAP
BERKARYA
Riri juga sangat menghindari posting tentang covid, atau apapun yang bernada negatif. Post tentang dampak yang terjadi secara realistis tapi dengan nada yang menyemangati sesama UKM. Secara di bawah sadar, para pelanggan menangkap semangat kita dan mereka yang masih punya uang untuk belanja akan ingat dan ingin juga membantu ekonomi UKM.
"Intinya kita harus tetep eksis di mata konsumen. Kita tetap berkarya no matter what. Perjuangan dari bulan April membuahkan hasil di bulan Mei. Pesanan masker semakin banyak dan pelanggan senang dilayani oleh desainer langsung karena boleh PO (pre-order custom (boleh ganti warna, ada 5 ukuran, dan pilihan karet telinga atau tali hijab)," sambungnya lagi.
Bahkan pengakuan Riri hampir semua kembali untuk repeat order dan menyebar ke teman-temannya. Hingga saat ini, pesanan masker sudah hampir 2000pcs dengan harga antara Rp75.000 hingga Rp125.000.
"Kombinasi dari 4 strategi di atas – menawarkan produk yang relevan saja, komunikasi personal dengan pelanggan, eksis terus di medsos, dan diskon 25% selected items – ternyata cukup tepat bagi ketahanan bisnis saya sementara ini," sebut Riri lagi.
[gambar1]
Tetapi, sambung Riri semua itu memang terbantu oleh adanya website, karena tanpa itu, tidak mungkin dirinya mendapat kepercayaan secepat ini dari pelanggan baru.
"Di bulan Juni, masker saya sudah dipesan untuk pelanggan baru di Singapore, Korea, Jerman, London, Filipina, juga sebagai corporate gift salah satu bank di Indonesia. Sedangkan pesanan baju datang dari Singapore, Portugal, Korea, Australia. Semua ini merupakan pesanan pribadi jadi jumlahnya sedikit-sedikit, tapi saya menikmati sekali proses pengenalan brand saya kepada mereka dan optimis justru pandemi ini membuat orang-orang dari berbagai negara berani membeli dari Indonesia secara online," ceritanya lagi.
“Earning their trust” merupakan tantangan dan bagian yang paling seru bagi Riri Rengganis. Saat ini, secara keseluruhan omset masih sedikit di bawah normal sebelum pandemi.
"Namun hal positif yang paling dirasakan adalah bertambahnya database pelanggan yang jumlahnya ratusan, dan ini modal saya untuk bergerak dan mengedukasi di saat nanti keadaan ekonomi agak membaik dan siap menerima koleksi baru dari saya," ungkapnya.
[gambar2]
DIGITAL TRANSFORMATION BUKAN SATU-SATUNYA SOLUSI
Istilah ini banyak digaungkan semenjak pandemi. Memang betul, tidak ada cara lain untuk bertahan dan mungkin kebetulan Riri bisa survive karena dari dulu sudah biasa berjualan secara online. Tetapi bertransformasi ke platform digital saja tidak cukup.
[gambar3]
Ada hal-hal lain yang mendukung keberhasilan digital transformation menurut Riri Rengganis yaitu:
1. Ada koleksi yang bersifat Ready-To-Wear, dan siap stoknya, karena konsumen sekarang mencari yang praktis, model bisnis “made-to-order” semakin ditinggalkan kecuali produk spesifik seperti bridal dan kebaya.
2. Online dan offline tetap sama-sama penting. Ada saatnya offline tidak jalan seperti di masa pandemi. Tetapi ada juga saatnya online yang terganggu, seperti misalnya di masa pemilu, atau ketika dunia maya dipenuhi oleh berita-berita negatif secara terus menerus sehingga medos “crowded” dan pelanggan kita malas membuka medsos. Ada pula saat online maupun offline dua-duanya terganggu, seperti waktu awal-awal pandemi, di situlah Whatsapp & email berperan.
3. Personal touch dari desainer itu yang membedakan brand kita dengan produk online lainnya yang bersifat massal. Contoh sentuhan personal yang saya lakukan selama ini antara lain:
a. Konsultasi gratis
b. Customization – melayani permintaan khusus (custom size, custom color, rubah panjang lengan) tanpa melenceng dari desain koleksi yang ditawarkan
c. Pengukuran lewat video call
4. Teman adalah modal paling utama. Sampai saat ini, sebetulnya yang paling berjasa dalam keberlangsungan bisnis saya adalah support teman-teman dan pelanggan loyal yang tiada henti mempromosikan karya saya di medsos dan komunitasnya. Jadi ini harus dijaga terus dengan banyak storytelling sehingga mereka merasakan passion kita dalam bisnis ini dan dengan begitu, brand kita semakin kuat.
5. Sekecil apapun pekerjaannya, lakukan dengan sungguh-sungguh. Termasuk masker, yang terdengar sepele di awal pandemi, sekarang menjadi salah satu penyelamat UKM dan juga sebagai potret sejarah perjuangan dan kreatifitas para pengusaha kecil di segala penjuru dunia. Inspiratif. [jwt/rilis]