ChanelMuslim.com – Supir taxi itu pendiam. Iyalah karena sama-sama nggak bisa bahasanya. Tak lama beliau bilang gini, “Sister, you can come to my house for dinner.”
Aku kaget tapi tetap membeli kue dan roti untuk anak-anak dengan susah payah melihat ingredients dan halalnya. Alhamdulillah ada orang Bangladesh yang menunjukkan ini halal dan ini no. Dan lain-lain.
Alhamdulillah. Cukuplah mempersiapkan makan malam dengan gaya cowboy, yaitu roti isi ikan salmon.
Anak-anak; “Mi, kita diajak makan malam di rumah supir taxi. Umi yakin? Nanti kalau diapa-apakan bagaimana?“
Suamiku hanya senyum-senyum saja.
Aku; ”Kita pakai feeling dan thinking, Nak. Habis ini kita minta diajak ke masjid. Kalau dia tahu masjid tanpa using google dan nggak berputar-putar berarti dia orang baik. Lalu kita pura-pura tanya, ‘Ada sekolah islam nggak di sini dan lain-lain’. Atau kamu melirik ponselnya, kalau layar depannya gambar anak atau istrinya maka bisa dipercaya.”
Dan anak-anak mulai melirik ponselnya.
Ya Rabb, ternyata gambar ikan salmon. Hadeuh.
Finally jam 4 sore, anak-anak mulai berisik, “Kayaknya kita kelaparan deh Mi.”
Aku; “Iya, restaurant nggak buka ya pas Cristmas gini.“
Lagipula nggak jelas halal dan nggaknya. Kita pulang ke hotel saja deh. Kita makan popmie, ikan salmon, roti dan keju. Nanti Kakak buatkan teh dengan susu. Abang siapkan sajadah untuk kita shalat Maghrib. Kemudian kita makan di kamar Umi. Ya, Maghrib memang pukul 3. Kalau jam 4 berarti sudah gelap.
Anak-anak mengangguk lemah. Mereka nggak suka mengemil biskuit atau wafer. Katanya full of gula dan tetap saja masuk angin. Kami pun berpelukan dalam taxi yang dingin karena anginnya masuk lewat sela-sela pintu. Jadi aku taruh syal di pintu agar angin kecil-kecil tidak menusuk perut anak-anak yang duduk paling ujung. Lalu satu demi satu jatuh tertidur.
Dan si supir taxi diam-diam mengarahkan taxi ke rumahnya di perkampungan Norwwgia. Tara… akhirnya sampai rumahnya. Aku melihat beliau tersenyum dan aku pun turun beserta anak-anak. Lalu aku lihat di depan rumahnya ada salju dan sepeda anak-anak yang terhampar.
“Aman,” bisikku. Dia punya banyak anak.
Tapi heran saja, kok ada ya supir taxi memberi tawaran penumpangnya makan malam di rumah. Begitu pintu rumah dibuka. Masya Allah. Kehangatan menerpa wajah dan seraut wajah cantik dengan 2 anak kembar melompat-lompat menyambut kami.
“Silakan duduk!” sapa istrinya yang cantik dan sederhana.
Tak lama, si supir masuk rumah diiiringi suamiku. Lalu sang supir cuci tangan dan langsung ke dapur untuk memasak macam-macam. Sang supir mulai membuka oven, kulkas dan memotong-motong bersama istrinya.
Aku dan anakku yang perempuan menawarkan bantuan ala Indonesia yang mau membantu tapi bingung mau membantu apa. Jadi Cuma memuji-muji, “Oh, awesome! You are so kind.” Dan lain-lain.
Aku; “Kamu saja Syif yang bicara. Bahasa Inggris kamu kan jago. Umi pura-pura nggak bisa bahaas Inggris. Umi mau merenung.”
Empat anak-anaknya berlarian keliling rumah yang kecil. Di bawahnya ada basement dengan lantai kayu, kamar dan toilet serta ruang main. Mereka tidur di basement, tempat paling hangat. Akhirnya mereka main hide and seek dengan Ben dan anakku yang lekaki. Wow, kita kayak pulang kampung ke rumah adik lain bangsa.
Tak sampai 20 menit, semua masakan tersedia. Ada kentang rebus dengan sayur-sayuran, salmon saus putih, daging burger ala Turky, ayam yang dibakar, nasi goreng kacang polong dan telur mata sapi. Beliau menyiapkan pula chilli sauce made in Thailand. Semuanya dimasak oleh sang supir dalam waktu 20 menit yang dibantu istrinya. Sementara aku hanya bisa bengong di pinggir dapur.
Akhirnya kami semua makan dengan lahap bahkan anak-anak tambah 3 kali.
“Kalian nggak malu ya tambah terus?”
Bahkan yang terakhir tambah lagi dengan alasan untuk Ben. Padahal Ben makannya sedikit karena asik main dengan teman barunya dan selalu tanya, “Kita pulangnya berapa jam lagi?” Haha.
Perlakuan tuan rumah yang simple, ramah dan percaya diri membuat kami nyaman bahkan sangat nyaman. Kakak menyenggol aku, “Umi jangan menangis depan mereka ya. Umi pasti terharu deh tapi jangan menangis, Mi.“
Aku; “Iya, nanti Umi menangisnya di taxi saja.”
Keluarga yang warmth (hangat). Tak terasa sudah 3 jam kami di rumah kecil keluarga Norwegia dengan lantai kayu tebal yang hangat dan perapian kecil di ujung sana.
Setelah makan, supir taxi yang baik hati menawarkan Chay (teh). Anak-anakku semua angkat tangan. Ben angkat tangan ala JISc.
“Yes, I wanna tea.”
Aku; “Psttt, pulang saja deh kasihan mereka kalau bikin teh lagi.”
Tapi anak-anak kedinginan jadi nggak malu lagi minta teh tanpa gula, teh plus susu, bahkan tambah. Sikap yang hangat membuat anak-anak pun senang.
Pulangnya, aku selipkan uang. Aku nggak enak makan kalau gratis banget tapi istrinya menolak dengan keras.
“No sister, please no!”
Akhirnya aku kasih uang ke anak sulungnya. Anak sulung menerima lalu berlari keluar mencari ayahnya, “Ayah, aku dikasih uang. Apakah boleh aku terima?“
Ayahnya menggeleng tidak.
Duh, keluarga yang manis. Sangat manis. Dan hangat.
Aku berdoa untuk mereka. Suamiku memeluk sang supir. Anak-anakku mencium tangan istrinya. “Allah bless your family, brother.”
Dan air mataku berlinang setelah 3 jam tertahan. “Hal jaza’u ihsan ilal ihsan. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan.”
Aku berdoa agar keluarga ramah ini mendapat kebaikan atas kebaikannya pada kami pada malam ini.
Ada cinta yang hangat di Oslo yang dingin. Sungguh indah menjadi muslim. Saudara ada dimana-mana. Dan Alquran selalu benar.
Innamal mu’minuuna ikhwah. Ukhuwah itu terbukti bukan hanya di negeri sendiri bahkan sampai ke Oslo. Negeri separuh kutub.
Website:
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jakartaislamicschoolcom
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBB