ChanelMuslim.com – Cecep Moch Wahyudin atau biasa disapa Kang Cecep merupakan lulusan kedokteran hewan. Namun, saat lulus menjadi dokter hewan, ia menjadi mengikuti alur profesinya sebagai seorang dokter. Tetapi menjadi pedagang ayam dan telur.
"Pukul empat pagi saya harus menjajakan ayam ke pasar Cianjur sampai shubuh. Setelah laku ayam tersebut, saya tidak lekas pulang ke rumah. Tetapi menjual telur ayam ke rumah-rumah."katanya di D'Colonel Resto, (18/10/2018).
Usaha ayam tersebut laris manis hingga sampai tahun 2007. Saat itu berkembang isu flu burung. Harga jual yang saat itu mencapai 16 ribu rupiah menurun drastis sampai ke angka empat ribu.
"Saat itu saya kebingungan dan belum bisa menutup hutang yang mencapai 1 milyar,"katanya.
Terpaksa seluruh ayamnya ia jual seharga empat ribu rupiah untuk membayar hutang. Meski, tidak dapat menutupi semua hutangnya.
"Saya pun bangkrut. Di saat saya kebingungan, ada kawan yang debt collector,"kata lelaki asli Cianjur ini.
Menurutnya ia mengenal debt collector tersebut karena saat menjadi pengusaha ayam, mereka yang melancarkan bisnisnya.
"Dari menjadi debt collector saya bisa membayar hutang tersebut. Maklum saja, dari hasil debt collector saya bisa mendapat fee minimal 20 sampai 80 persen,"kata pria yang pernah bertubuh gemuk ini.
Setelah mampu membayar hutangnya, ia kembali menjalani usaha ayam tersebut. Karena menurutnya hanya dari ayamlah rezekinya.
"Saya lebih mengerti mengenai ayam daripada profesi kedokteran saya,"akunya saat bincang bersama Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia.
Saat itukah juga ia bertemu pemilik Trimitra dari Malaysia yang akan mengembangkan produksi ayam di Indonesia.
"Ia menawarkan saya memerger perusahaanya dengan perusahaannya,"katanya.
Dari apa yang saya ingat saat pertemuan itu, sang owner Trimitra berpesan kepada saya harus mengembangkan teknologi yang dibawa dari Malaysia ke Indonesia.
"Jadi teknologi ayam ini saya bawa dari Malaysia ke Indonesia,"katanya.
Saya, kata Cecep, adalah satu-satunya pengusaha ayam yang mempunyai teknologi modern.
"Bayangkan saya bisa membuat ayam-ayam bertelur, satu telur per jam. Dan menelurkan 4000 telur secara otomatis dengan mesin,"katanya.
Ia sempat kecewa dengan pemerintah dan masyarakat yang mengejek dan menghinanya ketika menggunakan teknologi tersebut. Padahal teknologi tersebut sangat baik dan tepat guna dalam produksi ayam.
"Saya disangka tidak mau mempekerjakan orang-orang karena memakai mesin. Padahal, bukan itu,"katanya mengeluh.
Akhirnya apa yang ia lakukan dengan teknologi tersebut diterima oleh masyarakat dan komersial.
"Sekarang perusahaan saya diakui oleh berbagai restoran komersia, bahkan sudah mendapat sertifikasi dari MUI,"katanya.
Ia berharap bagi mereka yang ingin berbisnis, ketika bangkrut atau terjadi masalah jangan menyerah.
"Insya Alloh, kalau kita mau berdoa, bersedekah dan berusaha akan ada jalan,"pungkasnya. (Ilham)