SUAMI istri dalam Islam tidak hanya terikat dalam rumah tangga. Melainkan juga dalam dakwah dan jihad.
Ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang begitu nyaris sempurna. Keluarganya terpandang, hidupnya kaya, wajahnya tampan, dan tutur katanya begitu mempesona.
Dialah Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. Seorang putera pembesar Quraisy yang masuk Islam di usia yang sangat muda.
Mush’ab menikah dengan seorang muslimah bernama Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Suami istri ini merupakan keturunan dari para pembesar Quraisy.
Sebelum peristiwa hijrah ke Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mush’ab untuk menjadi juru dakwah di Madinah. Pemilihan ini boleh jadi karena sosok Mush’ab yang begitu nyaris sempurna tadi.
Siapa pun yang berjumpa dan disapa Mush’ab akan begitu merasakan daya simpatik yang luar biasa. Seolah mereka begitu dihargai dan dihormati. Tidak heran jika peran dakwah Mush’ab di tanah Anshar mengalami kesuksesan yang luar biasa.
Namun begitu, Allah subhanahu wata’ala seperti ingin memperlihatkan pelajaran lain dari sosok Mush’ab. Sahabat mulia ini syahid di medan jihad Uhud yang begitu bersejarah.
Bukan sekadar tentang syahidnya, tapi juga tentang keadaannya yang memprihatinkan dari sisi kesederhanaan. Jenazah Mush’ab ditutup dengan kain yang tidak mencukupi. Kalau ditutup wajahnya, kakinya akan terlihat. Begitu pun sebaliknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan langsung berita duka ini kepada istrinya: Hamnah. Nabi didampingi sejumlah sahabat mendatangi rumah ayah dari seorang gadis kecil bernama Zainab ini.
Ketika mendengar kabar duka dari Rasulullah, Hamnah tak lagi mampu menahan sedihnya. Ia langsung menangis sejadinya.
Para sahabat yang mendampingi Rasul awalnya agak terkejut. Tapi mereka ditenangkan oleh Rasulullah bahwa Mush’ab dan istrinya memiliki kenangan dakwah yang begitu indah.
**
Semua suami istri mungkin punya kenangan indah saat masa awal pernikahan. Tapi, tak ada kenangan yang lebih indah dari saat sama-sama dalam kegiatan dakwah.
Teruslah bangun kenangan indah itu hingga di usia tidak lagi muda. Hal itu insya Allah akan menjadi doa untuk bisa selalu bersama, meski nyawa sudah berpisah dari raga. Cinta akan kembali bersemi di surga Allah subhanahu wata’ala. [Mh]





