TAWAKAL itu tidak semudah yang dibayangkan. Butuh kekuatan iman dan azam yang kuat.
Ada hikmah indah yang bisa dipetik dari kisah seorang ibu bernama Yukabad. Dialah ibu yang bukan sekadar penuh cinta dengan anak-anaknya. Melainkan juga iman yang kuat.
Ibu dari Nabi Musa alaihissalam ini khawatir dengan keselamatan bayinya. Takut kalau bayinya menjadi korban kebijakan Firaun: membunuh bayi laki-laki dan membiarkan bayi perempuan.
Tak ada harapan dan sandaran untuk keselamatan bayinya. Kecuali, tawakalnya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Allah mengilhamkan untuk menyusui bayinya. Lalu apa setelah bayi disusui? Apa disembunyikan ke gua atau tempat tersembunyi lainnya?
Bukan. Allah mengilhamkan untuk melarungkan sang bayi melalui sebuah peti. Allah juga menjanjikan ke Yukabad kalau sang bayi akan kembali dalam asuhan cintanya.
Yukabad tak mau merujuk kepada nalar dan logikanya. Ia hanya tunduk pada keimanan dan tawakalnya. Ia pun melarungkan bayinya ke sungai Nil.
Namun begitu, ia tetap waspada. Ia perintahkan putrinya yang sudah besar untuk melihat-lihat dari kejauhan, kemana peti bayinya itu akan berlabuh.
Kemanakah peti itu berlabuh? Apakah ke sebuah wilayah yang terisolasi dari semua yang berbau Firaun?
Anda salah jika punya perkiraan seperti itu. Justru, peti bayi itu terbawa arus air menuju ke istana Firaun. Sebuah lokasi yang menjadi pangkal sebab Yukabad melarungkan bayinya.
Apa perasaan Anda jika saat itu Andalah sebagai Yukabad? Anda menjauhkan bayi dari Firaun, tapi justru arus sungai mengantarkannya masuk ke rumah Firaun.
Proses dramatis ini tentu tidak dalam bilangan jam. Tapi, harian, bahkan pekanan dan bulanan. Dan selama itu, bayangkan jika Anda sebagai ibu dari Nabi Musa.
Terbayang kuat kalau langkah melarungkan bayi merupakan perintah dari Allah subhanahu wata’ala. Langkah dari buah keimanan dan tawakal yang sempurna. Tapi, justru seperti mengantarkan daging segar ke mulut buaya lapar.
Kalau bukan karena keimanan dan tawakal yang sangat sempurna, tentu Yukabad tidak akan bisa tidur. Bahkan akan teriak histeris karena menyesal telah mengikuti perintah Allah.
Apa yang terjadi kemudian? Allah subhanahu wata’ala memperlihatkan kekuasaan-Nya, kekuatan-Nya yang sempurna terhadap seluruh alam ciptaan-Nya.
Istri Firaun jatuh cinta dengan sang bayi. Sorotan matanya begitu berbinar menatap bayi Musa. Hatinya langsung takluk dalam cinta layaknya seorang ibu pada buah hatinya.
“Suamiku, bayi ini adalah buah hatiku dan juga buah hatimu juga. Kita jadikan anak ini sebagai putra kesayangan kita,” itulah kekuatan Allah subhanahu wata’ala yang tak pernah terpikirkan oleh siapa pun.
Sejak itu, bayi Musa bukan hanya selamat dari kejaran bala tentara Firaun. Melainkan juga menjadi sosok yang paling dilindungi Firaun.
Karena tak ada wanita di istana yang bisa menyusui bayi Musa, dibuatlah sayembara: siapa yang bisa menyusui bayi Musa, akan diberikan tempat tinggal dan gaji yang besar dari istana Firaun.
Dan, wanita yang sangat beruntung mendapatkan itu tak lain adalah ibu kandung dari Nabi Musa sendiri: Yukabad. Allah subhanahu wata’ala menepati janji-Nya untuk mengembalikan bayi Musa ke ibunya yang teruji iman dan tawakalnya.
Yukabad menyusui bayinya di tempat yang nyaman, aman, dan membahagiakan. Tak ada tempat yang lebih dari itu: istana. Dan ia menunuaikan kewajiban cintanya sebagai seorang ibu dengan imbalan gaji yang besar dari orang lain: Firaun.
Inilah jawaban iman dan tawakal dari Allah subhanahu wata’ala kepada ibu dari Nabi Musa alaihissalam.
**
Jangan mencerna tawakal melalui nalar dan pikiran kita yang dangkal. Ikat kuat tawakal dengan keimanan yang sempurna: mu’minuuna haqqa.
Insya Allah, dengan begitu, kita akan meraih hasil yang jauh lebih baik dari yang kita inginkan dan bayangkan. Yakinlah dengan itu! [Mh]



