ChanelMuslim.com-Bahasa Isyarat sudah ada sejak zaman Nabi Adam as dan bahkan digunakan oleh Nabi Zakaria as saat diberi tanda oleh Allah swt tentang kehamilan istrinya.
Dalam surat Ali Imran ayat 41, Allah berfirman: “Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”.
Kemudian dalam Surat Maryam ayat 11 disebutkan, “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”
Meski dikenal sejak zaman nabi, bahasa isyarat baru populer di kalangan pegiat tuli pada tahun 1990-an. Sebelumnya, metode yang digunakan agar orang Tuli dapat berkomunikasi adalah dengan membaca gerakan bibir (lips reading).
Perkembangan cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat sangat signifikan. Jika awalnya, seorang Tuli dengan lips reading hanya bisa menyerap sebanyak 40%, dengan bahasa isyarat kemampuan berkomunikasi meningkat 80-100%.
Menurut salah satu pegiat di komunitas Tuli, Nur Indah Harahap, komunitas Tuli kini tengah berkembang pesat.
“Yang semula dianggap tidak menanggung beban dosa, dianggap bodoh, dan sebagainya, kini dengan bantuan bahasa isyarat mereka mampu setara dengan orang dengar,” ujar Nur Indah yang juga mempunyai anak Tuli.
Diakuinya, bahasa isyarat membuka akses bagi orang Tuli untuk belajar dan berkomunikasi melebihi apa yang bisa dibayangkan orang.
“Banyak orang Tuli yang kini menjadi dosen, dokter, dan ahli di berbagai bidang,” kata Founder Ibtisamah Deaf Center ini kepada ChanelMuslim.com, Ahad (9/9).
Dengan bahasa isyarat, anak-anak Tuli bisa memahami bahasa verbal.
“Orang Tuli itu perasaannya halus. Mereka adalah pemata. Setiap satu gerakan, mereka pasti memperhatikan dengan detail,” jelasnya.
Struktur bahasa isyarat jauh berbeda dengan Bahasa Indonesia. Bahasa isyarat juga memiliki banyak ragam sama halnya seperti bahasa oral Sunda, Batak, dan lain-lain yang tidak bisa dibakukan.
“Kunci memahami bahasa isyarat adalah dengan berlatih berkomunikasi dengan orang Tuli,” tambah muslimah yang sudah bergelut dalam komunitas Tuli selama 18 tahun ini.
Sebagai upaya menyosialisasikan bahasa isyarat, Nur Indah membuka kursus bahasa isyarat untuk orang dengar.
“Seluruh kelas bahasa isyarat diajarkan oleh seorang guru Tuli dan bersertifikasi,” katanya saat pembukaan kursus Batch 3 tersebut.
[gambar1]
Namun demikian, Nur Indah menekankan, bahasa isyarat bukan satu-satunya faktor agar orang Tuli bisa mengembangkan dirinya.
“Idealnya, mereka tetap diajarkan lips reading, bahasa isyarat, dan juga menulis sehingga potensi yang mereka miliki bisa tergali optimal,” ujarnya.
Bulan September dicanangkan sebagai Bulan Sadar Bahasa Isyarat Internasional. Nur Indah dan pegiat Tuli lainnya seperti Galuh Sukma, Surya Sahetapy tengah menyosialisasikan semaksimal mungkin agar bahasa isyarat dikenal oleh masyarakat.
“Harapannya, ada relawan sebagai penerjemah yang mampu menjembatani komunikasi antara orang Tuli dan dengar,” tandasnya.
Nur Indah dan kawan-kawan di bawah naungan Pusbisindo (Pusat Bahasa Isyarat Indonesia), Komunitas Little Hijabi, dan Majelis Taklim Tuli Indonesia (MTTI) juga menemui Gubernur Jakarta Anies Baswedan sebagai upaya menyosialisasikan bahasa isyarat dan komunitas Tuli. Pada tahun 2019 mendatang, rencananya akan digelar Konferensi Muslim Tuli Internasional.
Kepedulian terhadap orang Tuli mulai berdatangan, di antaranya adalah Quran Project yang merupakan upaya bagaimana orang tuli bisa berinteraksi dengan alquran dan juga refleksi mereka terhadap ayat-ayat Alquran. Beberapa artis ikut mendukung kampanye ini, yaitu antara lain: Dewi Sandra dan Ray Sahetapy. [ind]