ADA uang ada barang. Tapi ada uang juga bisa memunculkan permusuhan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, ‘Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya).
“Maka, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al-Anfal: 1)
“Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah…” (QS. At-Taubah: 34)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar yang menghampiri seekor kambing lebih berbahaya dari ambisi seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Hakim bin Hizam: “Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah dan manis. Siapa mengambilnya dengan keluasan jiwanya, ia akan diberkahi pada hartanya. Dan siapa yang mengambilnya dengan tanpa berlebihan, maka perumpamaannya seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang.” (HR. Muslim)
**
Sekiranya harta itu istimewa untuk seorang manusia, niscaya orang yang paling kaya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam manusia yang dicintai oleh Allah.
Harta itu memang unik: semakin banyak didapat, semakin orang merasa kekurangan.
Keunikan lainnya, ada pada ‘racun’nya. Yaitu, bisa merusak mentalitas seseorang dan bisa menghancurkan persaudaraan.
Perhatikanlah kakak beradik yang saling mencintai. Tapi begitu mereka dihadapkan dengan harta warisan, rasa cintanya bisa berubah menjadi saling benci dan permusuhan.
Jangankan kita, bahkan selevel sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum pun pernah saling curiga saat dihadapkan dengan harta rampasan perang. Padahal, mereka baru saja berjihad fi sabilillah. Hingga, Allah subhanahu wata’ala menurunkan firman-Nya.
Bersyukurlah dengan berapa pun yang Allah telah anugerahkan kepada kita. Dengan begitu, kita akan menjadi orang yang paling cukup dan bahagia. [Mh]