Oleh: Grifingga (ibu rumah tangga di Bekasi)
ChanelMuslim.com-Sebagai orangtua, senang ya kalau anaknya bisa tumbuh menjadi sosok yang dewasa. Tapi sudahkah kita melatih anak untuk tumbuh menjadi sosok yang dewasa. Salah satunya dimulai dengan hal dasar yang sering terlewat untuk diajarkan pada anak-anak, yaitu belajar kecewa. Seperti saya contohnya, baru menyadari ketika anak mulai kebablasan kecewanya.
Padahal rasa kecewa kelak akan selalu ditemui mereka dalam menjalani kehidupannya. Semakin mereka besar, maka akan sering ditemui hal-hal yang tidak mengenakkan untuknya. Untuk menjadi sosok dewasa, kita perlu melewati rasa kecewa yang ada dengan aman, begitu juga dengan anak-anak.
Karenanya, kita perlu melatih anak untuk belajar kecewa dengan aman. Melewati dengan aman bukan berarti anak tidak boleh kecewa, tapi anak bisa melampiaskan rasa kecewa dengan aman yaitu tidak menyakiti diri sendiri, orang lain, atau merusak barang.
Idealnya, anak bisa tuntas belajar kecewa sebelum umur 3 tahun karena pada usia ini prosesnya lebih mudah, anak masih bisa dikendalikan ketika proses rasa kecewa mereka mulai tidak aman.
Lalu bagaimana jika baru dimulai setelah umur 3 tahun. Pada intinya, tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang lebih baik dan untuk kebaikan mereka nantinya. Saya baru memulainya ketika anak paling besar berumur 8 tahun. Memang jadi butuh tenaga ekstra ketika kakak mulai melampiaskan rasa kecewanya dengan tidak aman. Atau menghadapi segala ‘protes’nya
“Ummiii, kenapa jadi banyak pilihan begini sih..”
“Ummiii, emang harus milih yaaa..”
Yang terpenting adalah menjadi konsisten untuk mulai melatih anak melalui rasa kecewanya sebagai fasilitas belajarnya.
Cara belajar kecewa adalah dengan teknik memilih. Teknik ini ada 3 tahap urutan :
Enak vs Nggak enak
Ini merupakan tahapan dasar. Tujuannya untuk memeriksa apakah anak sudah secara stabil dan konsisten sanggup menyetujui apa yang enak dan dapat menolak apa yang dianggap nggak enak. Bila belum sanggup biasanya anak akan cenderung memilih apa yang disebutkan terakhir kali. Contoh: Bila kita sediakan pilihan mau tidur atau main, biasanya anak akan memilih main. Bila kita sediakan pilihan mau main atau tidur, anak akan memilih tidur. Namun bila anak sudah sanggup menentukan pilihan, ia tidak akan terkecoh. Maka walaupun pilihannya di balik, anak akan memilih apa yang dianggapnya enak.
Enak vs Enak
Ini merupakan tahapan selanjutnya, ketika anak sudah lancar memilih “enak vs nggak enak”. Tujuannya agar anak dapat mengelola nafsunya untuk tidak serakah dan menjadi mahir dalam memilih salah satu saja dari 2 hal yang enak. Biasanya pada tahapan ini anak akan mulai menemukan situasi-situasi yang mengecewakan sebagai ajang untuk anak belajar kecewa. Contoh: Bila kita menawarkan coklat atau permen. Biasanya pada situasi seperti ini anak mau semuanya, coklat dan permen. Tapi kondisinya kita buat agar anak hanya bisa memilih salah satu saja dari 2 hal yang enak tersebut. Biasanya pada situasi seperti ini anak akan kecewa karena ingin dapat keduanya. Bila anak tidak mau memilih dan tetap ingin keduanya, kita bisa menyatakan pada anak bahwa ia justru tidak akan dapat keduanya.
Pada tahap ini, ada baiknya jika kita punya daftar hal-hal yang disukai dan juga hal-hal yang tidak disukai anak. Karena daftar ini bisa menjadi panduan kita dalam mengajukan alternatif pilihan kepada anak
Nggak enak vs Nggak enak
Ini merupakan tahapan selanjutnya, ketika anak sudah terbiasa dan siap memilih dengan situasi “enak vs enak”. Tahapan ini adalah tahapan memilih yang tersulit, karena anak dihadapi memilih pada situasi yang semuanya nggak enak. Pada tahapan ini, sangat wajar jika awalnya anak tidak mau memilih, karena tawarannya jelas-jelas adalah tawaran yang tidak mengenakkan baginya. Nah, pada saat seperti ini, yang perlu kita lakukan adalah membuat anak menyadari dan memahami bahwa ketika ia tidak memilih apapun, itu sama saja dengan ia memilih untuk melepaskan hak pilihnya dan membiarkan orang lain menentukan nasibnya.
Contohnya, waktu anak ketiga saya, Husain, tidak mau minum obat karena sedang demam tinggi, saya ajukan pilihan, mau minum obat sama ummi atau abi. Saat itu dia tidak mau memilih dari pilihan yang ada dan memilih untuk tidak mau minum obat. Ketika itu saya bilang pada Husain, “Oke, karena Husain ga mau milih, jadi ummi yang milihin buat Husain. Minum obat sama ummi,” sambil nyendokin obat ke mulutnya
Berhasilnya tahapan ini akan ditandai dengan perilaku anak yang mengajukan pilihan baru. Kalau kita mengajukan 3 pilihan yang tidak enak, anak akan mengajukan pilihan ke-4 yang tentu saja lebih enak dari pilihan sebelumnya. Hal ini adalah tanda bahwa dia mulai memahami situasi pilihan yang kita bangun dan mulai mengerti bagaimana bisa selamat dari situasi yang semuanya tidak enak itu.
Sampai sekarang, kadang kita mengalami hal-hal seperti tahapan di atas. Situasi-situasi seperti itu akan kita temui terus dalam kehidupan kita seterusnya, begitu pula dengan anak-anak kita.
Pilih tidur atau masak, nyuci atau ngepel, browsing atau nyetrika, dsb ini mah pilihan ibu rumah tangga bangeeet ????
Bagi anak-anak, hidup itu situasinya “enak dan nggak enak” dan mereka akan selalu memilih “enak”, sedangkan menjadi sosok yang dewasa bukan lagi tentang “enak atau nggak enak” tapi “perlu atau nggak perlu” dan melalui tahapan-tahapan ini anak dilatih untuk belajar kecewa dengan aman saat mereka dewasa kelak.
Yuk, belajar lagiiii..
[ind]