MESKI miskin, karena iman dan ilmunya, ia merasa masih ada yang lebih miskin darinya.
Imam Ibnul Jauzy rahimahullah pernah meriwayatkan sebuah kisah. Yaitu, tentang seorang lelaki yang mendapatkan amanah uang untuk diberikan kepada orang yang paling miskin di Madinah.
Ada seorang lelaki dari Bagdad akan menunaikan ibadah haji. Ia bernama Abdullah. Sebelum berangkat, Abdullah diamanahkan pamannya sejumlah uang untuk diberikan kepada orang paling miskin di Madinah.
“Setelah tiba di Madinah, carilah orang yang paling miskin di sana. Berikanlah uang ini kepada orang miskin itu,” begitulah amanah yang disampaikan kepada Abdullah.
Jumlah uang yang dititipkan lumayan besar: sepuluh ribu dirham. Kisaran jumlahnya jika dirupiahkan sekitar satu milyar rupiah.
Setibanya di Madinah, Abdullah menanyakan ke tokoh masyarakat di sana tentang amanah itu: aku mendapatkan amanah uang sepuluh ribu dirham untuk diberikan kepada orang paling miskin di Madinah.
Sebuah alamat pun diberikan kepada Abdullah. Setibanya di alamat itu, Abdullah mengetuk pintu rumah itu. Dan keluarlah seorang wanita menanyakan keperluan Abdullah.
“Aku mendapatkan amanah uang sebesar sepuluh ribu dirham untuk diberikan kepada orang paling miskin di Madinah. Inilah uangnya untuk Anda,” ucap Abdullah.
Tapi, wanita itu menolaknya. Ia mengatakan, “Ada yang lebih miskin dari aku.”
“Di mana alamatnya?” tanya Abdullah.
“Dia tetangga kami,” ucap si wanita sambil menunjuk ke rumah yang berada di depan rumahnya.
Abdullah pun menuju rumah yang ditunjukinya. Ia mengetuk pintu rumah itu dan mengatakan seperti yang ia katakana pada wanita sebelumnya.
Si pemilik rumah itu ternyata juga seorang wanita. Ia mengatakan, “Yang paling miskin itu bukan aku. Tapi kami berdua. Bagilah uang itu menjadi dua: untukku dan untuk dia,” ungkap si wanita miskin yang kedua itu.
Meski akan mendapatkan uang, dan dua wanita itu memang berhak mendapatkannya, keduanya tetap menjaga kepeduliannya sesama saudara muslim.
**
Hidup susah sepatutnya tidak menjadikan seorang muslim melupakan saudaranya seiman. Terlebih lagi terhadap tetangganya.
Allah subhanahu wata’ala menggambarkan akhlak sahabat Nabi dari Anshar atau Madinah. “…Dan mereka (Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekali pun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9) [Mh]