ChanelMuslim.com-Sehari Pasca Pilgub 27 Juni 2018, beredar postingan di media sosial seorang guru sekolah Islam yang dipecat karena berbeda pilihan saat Pilkada dengan pihak yayasan. Ini klarifikasi lengkap dari Yayasan Darul Maza tempat guru tersebut mengajar.
Ketua Yayasan Darul Maza Fahrudin mengatakan, pihaknya sudah menemui keluarga Robiatul Adawiyah, guru SDIT Darul Maza Bekasi yang menganggap dirinya dipecat lantaran memilih Ridwan Kamil dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat pada 27 Juni lalu.
“Pagi ini, saya dan Perwakilan Yayasan telah menemui bu Robiatul dan keluarga di kediaman orang tuanya untuk meminta maaf dan alhamdulillah dengan kelapangan dada telah memaafkan. Kami menganggap masalah sudah selesai,” jelas Ustaz Fahrudin dalam keterangan tertulis yang diterima ChanelMuslim.com, Jumat (29/6).
Pihak sekolah dan yayasan menjelaskan tidak ada pemecatan seperti yang viral diberitakan.
Kepala SDIT Darul Maza Utami menyebutkan tidak ada pemecatan terhadap Robiatul.
“Sebenarnya tidak ada pemecatan via WA itu. Setelah pencoblosan ada diskusi di grup guru, dan ybs merasa dipecat padahal tidak,” kata Utami.
Sebelumnya, suami Robiatul yang juga seorang guru menulis di akun Facebook-nya bahwa sang istri adalah korban pilkada karena berbeda pilihan dengan arahan yayasan.
Akun Andriyanto Putra Valora, suami Robiatul Adawiyah menuliskan ini.
“Jadi semua orang yang bekerja pada institusi tersebut wajib memilih calon dari PKS. Meskipun calon itu tidak punya kualifikasi sekalipun, wajib dipilih. Sebab karyawan atau guru di sekolah itu adalah budak yang pilihan politiknya sudah diambil alih pihak sekolah.
Jadilah seorang ibu guru dipecat hanya melalui group WA. Dia dipecat hanya karena tidak mau memilih pasangan Cagub dan Cawagub dari PKS. Dia juga tidak mau memilih pasangan Cawalikot dari PKS.
Ibu guru cerdas ini punya hati nurani dan penilaian sendiri mengenai siapa pempimpin terbaik yang harus dipilih. Dia juga tahu, bahwa setiap pilihan politiknya juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhannya. Jadi dia lebih mengedepankan nuraninya ketimbang instruksi Yayasan. Dia merasa pilihan politik itu tidak harus dipertanggungjawabkan di depan ketua Yayasan.
Guru bukan budak yang hidupnya sudah dibeli hanya karena setiap bulan menerima gaji dari sekolah. Gajinya diterima karena mengajar. Bukan sebagai santunan sosial. Dia tetap pada pilihan politiknya sendiri. Sebab, sebagai guru dia sadar, dia ingin kotanya lebih baik. Dia ingin wilayahnya lebih manusiawi. Seperti yang sering diajarkan kepada murid-muridnya di depan kelas.
Baginya sekolah adalah sekolah. Apalagi sekolah yang menggunakan embel-embel Islam di belakangnya. Di sana tempat menyemai kebaikan dan kebebasan berfikir. Sekolah bukan partai politik. Sekolah bukan markas kampanye.
Tapi berbeda bagi pengurus Yayasan. Mereka menjadikan sekolah sebagai institusi politik untuk memuluskan pilihan politiknya. Sama seperti banyak orang yang menjadikan masjid untuk tempat kampanye.”
Dari pantauan Chanelmuslim, postingan tersebut sudah dihapus oleh pemilik akun namun tulisan mengenai pemecatan tersebut telanjur viral di media online.
Setelah pertemuan yang diadakan di kediaman orang tua Robiatul Adawiyah tersebut, kesepakatan untuk saling memaafkan telah tercapai. Robiatul dengan lapang dada mengundurkan diri dari sekolah dan meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan artikel tentang dirinya.[ind]