KORELASI antara ilmu dan kebangkitan dijelaskan oleh Ustaz Deden A. Herdiansyah.
Menyambung dari halaman sebelumnya, Rasulullah menyampaikan ancaman yang cukup serius bagi orang-orang yang niatnya menyimpang dalam menuntut ilmu.
Mengapa demikian? Karena faktanya, kerusakan-kerusakan besar yang terjadi di dunia ini justru seringkali diakibatkan oleh orang-orang berilmu yang berorientasi kepada dunia.
Dengan ilmunya mereka berkesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan penting dan strategis.
Namun, sayangnya dengan niatnya yang pragmatis mereka justru sering memanfaatkan kedudukannya itu untuk ambisi dan kepentingan pribadinya.
Dengan demikian kita menjadi paham mengapa orang yang bengkok niatnya dalam mencari ilmu mendapatkan ancaman masuk neraka.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Imam al-Ghazali menuliskan dalam kitabnya, Bidayatul Hidayah, “Ketahuilah wahai kamu yang ingin mendapatkan curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat haus pada ilmu. Jika tujuanmu dalam menuntut ilmu adalah untuk bersaing, untuk berbangga-bangga, untuk mengalahkan teman lainnya, untuk meraih simpati banyak orang, untuk mengumpulkan kekayaan dunia, maka sesungguhnya kamu sedang berjalan untuk menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhiratmu demi duniamu.”
Niat mencari ilmu harus lurus tertuju kepada Allah, sehingga akhir dari perjalanan menuntut ilmu itu sampai pada ma’rifatullah (mengenal Allah).
Ilmu dan Kebangkitan (2)
Ilmu apa pun yang dicari semestinya bertujuan untuk semakin mengenalkan manusia pada Rabb-nya.
Dengan mengenal Allah, maka akan tumbuh rasa takut (khasyyah) di dalam jiwa.
Dan siapa pun yang memiliki rasa takut kepada Allah, akan senantiasa berhati-hati dalam menjalani hidupnya.
Baca juga: Ilmu dan Kebangkitan (1)
2. Mencarinya dengan Cara yang Benar
Setiap penuntut ilmu harus mengetahui jalan yang benar dalam menuntut ilmu.
Sehingga, setiap penutut ilmu perlu untuk mempelajari fikih menuntut ilmu, sebelum dia memasuki medan ilmu yang lebih kompleks.
Hal itu dimaksudkan agar proses menuntut ilmu dapat menghasilkan ilmu yang berkah, bermanfaat, dan akhirnya berbuah amal.
Dengan mempelajari fikih menuntut ilmu para penuntut ilmu akan memahami adab dan sikap-sikap yang harus dimilikinya.
Perjalanan menuntut ilmu adalah perjalanan sakral yang harus dihiasi dengan akhlak dan adab yang mulia.
Adab terhadap Allah, adab terhadap orangtua, adab terhadap guru, dan adab terhadap ilmu menjadi untaian permata di sepanjang perjalanan menuntut ilmu.
Tanpa semua itu ilmu hanya menjadi seonggok pengetahuan yang kehilangan hikmah.
Padahal hikmah adalah pengetahuan yang bisa mengantarkan seseorang pada banyak kebaikan.[Sdz]