SUAMI istri itu sejatinya harmonis. Tapi karena hambatan, interaksinya menjadi tidak nyaman.
Suami istri mana yang tidak ingin selalu dekat, luwes, saling rindu, dan serba mengasyikkan. Tapi karena sesuatu hal, hubungan indah itu berubah menjadi begitu tegang dan tidak nyaman.
Tiga hal berikut ini boleh jadi menjadi hambatan. Dan jika tidak segera di’luruskan’, ketegangan bisa berakibat fatal.
Satu, Hubungan Intim yang Tidak Normal
Normalnya, suami istri akan saling melepas rindu dalam hubungan intim suami istri. Hubungan ini merupakan hal asasi yang harus terpenuhi. Setidaknya, tiga hari sekali.
Manfaat dari hubungan ini begitu banyak. Selain meraih kenikmatan dan keturunan, hubungan ini juga menyehatkan lahir dan batin. Tidak heran jika Islam begitu mengingatkan agar masing-masing tidak melalaikan hak dan kewajiban dalam hubungan intim ini.
Namun, adakalanya kesibukan suami istri tidak bergulir normal. Bisa dari pihak suami, bisa juga dari istri. Tanpa sadar, salah satunya melupakan hubungan ini.
Karena itu, bukan suatu hal yang tabu agar selalu saling mengingatkan. Jangan sampai hambatan ini memunculkan ketegangan. Karena tidak dikomunikasikan dengan baik, kesalahpahaman bisa berlarut-larut. Akibatnya bisa fatal.
Jadi, ketika jadwal rutin terlewatkan, cobalah saling mengingatkan. Kecuali karena uzur yang sulit dihindari seperti sakit, salah satu pergi keluar kota, atau keduanya tidak merasa ingin.
Kedua, Perlancar Komunikasi
Sebab berikutnya adalah komunikasi. Kesalahpahaman bisa muncul dari sebab apa saja. Bisa dari dalam, bisa juga dari luar seperti info ‘kanan-kiri’.
Bahkan, sebab perceraian terbesar suami istri adalah problem komunikasi. Kelancaran komunikasi butuh skill dan kesetaraan. Misalnya, istri yang tidak perlu sungkan melakukan klarifikasi atau suami yang tidak perlu tabu untuk menanyakan tentang hubungan intim.
Usahakan untuk tidak melalui pihak ketiga, kecuali dalam masalah sangat berat. Hal ini selain agar jalinan komunikasi bisa terbuka dan mencegah aib ‘keluar’ rumah.
Jika terjadi ketegangan, jangan awali komunikasi dengan mempertanyakan. Awalilah dengan permohonan maaf dan ungkapan perhatian.
Tiga, Saling Bantu dalam Keuangan.
Sejatinya keuangan suami menjadi milik istri, tapi milik istri tidak menjadi milik suami. Karena suami pemangku keuangan keluarga.
Namun karena darurat, kadang keuangan keluarga ditanggung bersama-sama. Ada saling ta’awun dalam hal ini.
Saling bantu ini juga akan menggerakkan langkah bersama untuk mengatasi problem keuangan keluarga. [Mh]