MENURUT versi Ahli Kitab, bahwa yang membujuk Hawa untuk memakan buah khuldi adalah seekor ular, dan ular itu memiliki bentuk yang begitu besar dan indah, lalu berdasharkan bujukan itu, Hawa pun memakannya dan mengajak Adam untuk juga memakannya. Lalu setelah memakannya kedua mata mereka terbuka lebar dan baru menyadari bahwa mereka dalam keadaan telanjang.
Lalu mereka menemukan daun-daun “tin”, dan daun-daun itu pun dijadikan penutup tubuh mereka. Namun, di sana sama sekali tidak ada penyebutan iblis, dan malah menyebutkan bahwa mereka sebelumnya dalam keadaan telanjang. Begitu pula yang disampaikan oleh Wahab bin Munabbih, ia berkata, “Sebelumnya mereka berdua hanya tertutupi oleh cahaya pada bagian-bagian vital mereka.”
Baca juga: Bisikan Iblis kepada Adam untuk Memakan Buah Terlarang
Adam dan Hawa Berusaha Menutupi Aurat dengan Daun Tin
Keterangan yang disebutkan dalam Kitab Taurat yang sekarang ini adalah keterangan salah yang mereka buat-buat sendiri. Orang-orang Islam tidak semestinya mempercayai keterangan itu, dan memang memindahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lainnya (menterjemahkan) mungkin tidak mempermudah pemahaman bagi semua orang, begitu juga dengan mereka yang membacanya langsung namun tidak mengerti tata bahasa Arab secara baik dan tidak memiliki ilmu yang cukup untuk mengerti kitab suci mereka, maka tidak aneh jika terjadi kesalahan besar dalam menguraikan kalimat, baik secara lafazhhnya ataupun maknanya.
Padahal Al-Qur’an telah jelas sekali menerangkan bahwa Adam dan Hawa sebelumnya mengenakan pakaian, yaitu pada firman Allah, “Dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya.” (Al-A’raf: 27). Dengan mengetahui makna dari firman Allah ini maka tidak berguna lagi pendapat lain selainnya. Wallahu a’lam.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari Ali bin Husein bin Isykab, dari Ali bin Ashir, dari Said bin Arubah, dari Qatadah, dari Hasan, dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan postur yang sangat tinggi dan berambut lebat, layaknya seperti pohon korma yang tinggi.
Ketika ia mencicipi buah terlarang, seluruh pakaiannya tertanggalkan. Yang pertama terlihat darinya adalah auratnya, dan ketika ia melihat auratnya itu maka ia cepat-cepat bersembunyi, lalu rambutnya tersangkut pada sebuah pohon hingga tercabut.
baca juga: Hawa Diciptakan dari Tulang Rusuk Adam
Kemudian Allah menegurnya, “Wahai Adam, apakah kamu bersembunyi dari-Ku?” Setelah ia mendengar pertanyaan itu ia berkata: “Ya Tuhanku, tidak demikian, aku hanya merasa malu.”
Ats-Tsauri meriwayatkan, dari Ibnu Abi Laila, dari Minhal bin Amru, dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah, “Maka mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga,” ia berkata, maksudnya adalah daun tin. Sanad untuk riwayat ini adalah sanad yang shahih, namun maknanya seakan mengutip dari Ahli Kitab, padahal ayat di atas menunjukkan makna yang lebih umum dari makna itu.
Akan tetapi, tidak ada salahnya jika makna itu dianggap benar demikian. Wallahua’lam. Al-Hafizh bin Asakir meriwayatkan, dari Muhammad bin Ishaq, dari Hasan bin Dzakwan, dari Hasan Basri, dari Ubay bin Kaab, ia berkata, Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya bapak kalian, Adam, itu posturnya seperti pohon korma yang tinggi, kira-kira enam puluh hasta tingginya (sekitar 1080 inci).
Ia juga memiliki rambut yang lebat hingga menutupi auratnya. Lalu ketika ia melakukan dosa di dalam surga, maka terlihatlah auratnya. Ia pun dikeluarkan dari surga. Lalu ia menemukan sebuah pohon dan mengambil ujung tangkainya. Kemudian Allah menegurnya, “Wahai Adam, apakah kamu bersembunyi dari-Ku?” lalu ia menjawab: “Tidak demikian wahai Tuhanku, aku hanya merasa malu dengan apa yang telah aku lakukan.”
Diriwayatkan pula dengan sanad dari Said bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Hasan, dari Utai bin Dhamrah, dari Ubay bin Kaab, dari Nabi, dengan matan yang sama seperti hadits di atas. 28 Namun sanad ini lebih benar, karena Hasan tidak pernah bertemu dengan Ubay.
Kemudian disebutkan pula dengan sanad dari Khaitsamah bin Sulaiman Al-Athrabulsi, dari Muhammad bin Abdil Wahab Abu Qirshafah Al-Asqalani, dari Adam bin Abi Iyas, dari Syaiban, dari Qatadah, dari Anas secara marfu’, dengan matan yang sama.
Sumber: Kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir
[Vn]