Halimah berkata, “Ketika aku telah mengambil bayi yatim itu, aku pun membawanya kembali ke rombongan. Tatkala kuletakkan bayi itu di pangkuanku, tiba-riba kedua puting susuku mengeluarkan air susu yang sangat banyak.
10 Bayi itu pun minum hingga kenyang, begitu pula dengan saudaranya yang ikut minum hingga kenyang. Mereka kemudian tidur, padahal sebelum itu kami tidak pernah bisa tidur bersama bayi kami. Suamiku bangkit mendekati unta tua kami. Ternyata unta itu penuh susu. Suamiku pun memerah susu unta itu dan langsung meminumnya. Aku juga minum hingga kami semua kenyang dan puas. Sungguh malam itu kami lewati sebagai malam terbaik.
Pagi harinya, suamiku berkata: ‘Tahukah engkau wahai Halimah bahwa sesungguhnya engkau telah mengambil bayi yang penuh berkah!’ Aku menyahut: ‘Demi Allah, aku sungguh mengharapkan hal itu’.”
Halimah melanjutkan ceritanya. Ia berkata, “Kami pun kembali pulang. Aku naiki keledaiku dan kubawa sang bayi bersamaku. Demi Allah, sungguh diluar dugaan, tungganganku itu mampu menempuh perjalanan yang tidak bisa dilakukan oleh keledai siapa pun. Bahkan, beberapa kawanku sampai berkata: ‘Wahai putri Abi Dzu’aib, tunggulah kami! Bukankah itu adalah keledai yang pernah engkau tunggangi itu?”
Baca juga: Kisah 3000 Tentara Salib yang Masuk Islam
Kisah Kemuliaan Halimah: Ibunda yang Menyusui Rasulullah SAW (2)
Kukatakan kepada mereka: ‘Demi Allah, itu benar. Ini adalah keledai yang biasa kutunggangi itu.’
Mereka menyahut: ‘Demi Allah, keledai itu sungguh hebat!’
Kami pun tiba di rumah kami yang berada di tengah-tengah Bani Sa`d. Aku tidak pernah melihat bumi yang lebih gersang dan tandus selain dari negeri kami itu. Setibanya di rumah, kami mendapati ternyata kambing kami itu telah kenyang dan penuh dengan air susu. Kami pun memerah dan meminum susunya.
Semua orang berusaha memerah air susu kambing- kambing mereka, tetapi sedikit pun tidak mendapatnya. Orang-orang yang mengetahui hal itu berkata kepada penggembala mereka: ‘Wahai para peng- gembala, gembalakanlah (kambing kalian) di tempat penggembala putri Abi Dzu’aib ini menggembala!”
Namun, kambing-kambing mereka tetap saja dalam kelaparan dan tak mengeluarkan setetes pun air susu, sedangkan kambingku tetap gemuk dan penuh susu. Kami tidak henti-hentinya mendapat tambahan dan kebaikan dari Allah hingga dua tahun berlalu dan kami harus menyapih bayi itu. Bayi itu pun telah tumbuh menjadi seorang anak yang tidak sama dengan anak-anak lain seusianya. Begitu genap berumur dua tahun, ia telah tumbuh menjadi seorang anak yang sangat kuat.”
Halimah melanjutkan kisahnya, “Selanjutnya, kami membawa sang anak kembali kepada ibunya, tetapi aku sangat berharap anak ini tetap tinggal bersama kami karena berkah yang kami lihat padanya. Aku berbicara kepada ibunya dan kukatakan: ‘Tidakkah engkau sudi membiarkan anak ini tinggal bersama kami hingga tumbuh menjadi anak yang kuat karena aku khawatir ia terkena wabah yang menimpa Mekah?’ Kami terus membujuk hingga sang ibu bersedia mengembalikan anaknya kepada kami.”
Baca juga: Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash dengan Ibunya
Halimah dan suaminya berjalan diikuti anak radla (susuan) mereka, Muhammad Mereka tinggalkan rumah Aminah binti Wahb yang me- ngawasi mereka dengan hati berdebar dan mata berkaca-kaca. Putranya, Muhammad telah datang untuk membangkitkan kenangan dan meng- gerakkan perasaannya, tetapi kemudian ia pergi meninggalkan rumah ketika ia mulai meniupkan kembali cinta dan kehidupan. Rumah itu pun kembali terasa sepi dan gersang.
Perpisahan itu menjadi duka pertama yang dirasakan oleh Muhammad kecil. Kesedihan yang akan disusul dengan banyak kesedihan yang akan beliau hadapi dengan penuh kesabaran. Muhammad adalah anak yang berjiwa besar.
Halimah kembali membawa anak penuh berkah itu ke wilayah Hawazin. Hatinya berdebar-debar karena bahagia. Ia sangat berharap untuk bisa membawa kembali anak itu karena ia sangat mencintainya dengan sepenuh jiwa raga. Demikian pula suaminya, al-Hârits, yang sangat bahagia melihat Muhammad karena berkah yang selalu menyertainya. Pertolongan Allah selalu menyertai sejak mereka pergi ke Mekah untuk mencari anak-anak susuan dan pulang membawa Muhammad.
Setelah beberapa bulan Halimah bersama Muhammad, atas kemau- annya sendiri maka ia kembalikan anak yang penuh berkah itu kepada ibunya, Aminah, yang sangat mengkhawatirkannya. Aminah, sang ibu, menyambut putranya dengan segenap jiwa dan raga. Ia dekap sang anak dengan penuh simpati dan kasih sayang. Namun, kebahagiaan Aminah terasa belum sempurna sebelum mengetahui mengapa Halimah memulangkan putranya.
Aminah pun bertanya kepada Halimah, “Mengapa engkau memulangkannya, padahal engkau sangat menginginkannya untuk tinggal bersamamu?” Halimah menceritakan sebab yang membuatnya segera memulangkan Muhammad . Ia berkata”, “Kami memulangkannya karena-demi Allah-beberapa bulan setelah kepulangan kami membawanya kembali bersama saudaranya, Muhammad sedang bersama kambing-kambing kami di belakang rumah. Saat itu tiba-tiba saudaranya tergopoh-gopoh menghampiri kami dan mengatakan: ‘Saudaraku dari Quraisy itu dibawa oleh dua orang laki-laki yang berpakaian putih. Keduanya kemudian membaringkan saudaraku dan membelah perutnya seraya membolak-balikannya.’
Sumber: Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam – Dr. Bassam Muhammad Hamami
[Vn]