MENCARI Sosok Ideal Calon Pemimpin Daerah merupakan karya tulis yang disusun oleh Dr. (Cand) Ferry Cahyadi Putra, S.Si., M.M. Ia merupakan Founder dan CEO PT Inferensia Mulia Indonesia (Marketing Research & Strategy Consultant).
Model determinan untuk mencari sosok ideal calon pemimpin daerah ini penulis sebut sebagai ‘Inferensia Winning Model’. Jika disederhanakan, faktor determinan tersebut dapat dibagi menjadi tiga faktor besar yaitu;
1) faktor kepribadian kandidat.
2) faktor program-program yang digagas, dan
3) faktor ‘keintiman’ dalam membangun komunikasi dan ikatan dengan pemilih.
Kandidat wajib secara excellence mengakomodir ketiga faktor ini namun memerlukan satu faktor yang dirasa paling menonjol/outstanding.
Tentunya peluang menang akan menjadi lebih besar jika faktor yang menonjol ini matching/cocok dengan apa yang menjadi keinginan sebagian besar pemilihnya.
Oleh karena itu, riset terhadap calon pemilih menjadi penting untuk mengidentifikasi apa yang harus menonjol dari ketiga faktor tersebut. Untuk memudahkan pemahaman terkait tiga faktor tersebut, akan dijelaskan satu per satu.
Faktor pertama, yaitu terkait kepribadian kandidat. Beberapa contoh terkait kepribadian misalnya bersih, profesional, transparan, tegas, merakyat, religius, terbuka, cerdas, dll. Persepsi terkait kepribadian ini menjadi penting karena menjadi faktor determinan pemilih dalam memilih pemimpinnya.
Memilih untuk membangun persepsi apa terkait kepribadian ini perlu dilakukan riset secara kualitatif maupun kuantitatif, termasuk didalamnya adalah memotret bagaimana conversation di media sosial terkait kebutuhan kepribadian seperti apa yang diinginkan pemilih.
Penguatan persepsi terkait kepribadian kandidat ini menjadi acuan dalam membuat program – program yang actionable baik sifatnya branding maupun ‘hard sales’ yang berkelanjutan sehingga memperkuat persepsi yang ingin dibangun.
Baca juga:Waspada Penumpang Gelap Pilkada: Politik Dinasti dan Investor Politik
Mencari Sosok Ideal Calon Pemimpin Daerah
Hal ini juga menjadi dasar bagi partai politik untuk menemukan siapa yang paling cocok dengan kepribadian yang diinginkan pemilih atau minimal yang paling mendekati. Jika benar-benar tidak ada figur kandidat yang mewakili, menjadi pekerjaan besar bagi tim pemenangan karena harus membangun persepsi yang tidak genuine/authentic.
Faktor kedua, yaitu terkait gagasan program. Memahami permasalahan yang benar-benar dirasakan oleh pemilih kemudian menterjemahkannya menjadi program-program konkrit adalah gabungan dari seni dan ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, di suatu daerah pemilihan misalnya permasalahan terbesar adalah pengangguran yang korelasinya kuat dengan kemiskinan dan keamanan.
Oleh karena itu, program konkrit misalnya pembuatan ‘Kartu Prioritas Kerja’ untuk angkatan kerja baru dengan membuka 50,000 lapangan kerja baru.
Ini adalah program konkrit, Namun perlu diperkuat dengan Reason to Believe (RTB) nya, maksudnya adalah diberikan gambaran bagaimana caranya agar para pemilih merasa masuk akal dan percaya.
Misalnya, dengan membuat pabrik bekerjasama antara BUMD dengan investor dari luar negeri untuk komoditas bernilai tambah yang menjadi potensi di daerah tersebut.
Membuat kawasan ekonomi khusus dengan pajak rendah dan subsidi biaya tertentu dari pemerintah daerah agar investor mau membangun pabrik di daerah tersebut.
Sebagai contoh kembali, misalnya membangun satu sentra ekonomi kreatif (kuliner umkm, olahraga, seni) di setiap kecamatan. Pada intinya, perlu ada program konkrit dengan RTB yang dipersepsikan masuk akal agar bisa dipercaya.
Faktor ketiga, yaitu terkait ‘keintiman’ membangun komunikasi dan ikatan dengan pemilih. Semuanya dimulai dari memahami pentingnya dan disiplin dalam mengumpulkan, menganalisa dan menyimpulkan data.
Bermula dari memahami demografi, psikografi dan gaya hidup kelompok pemilih yang menjadi prioritas dalam membangun basis massa.
Setelah itu berfokus untuk mengumpulkan data mereka ke dalam sebuah platform (bisa membuat aplikasi sendiri atau media sosial yang sudah ada) untuk berkomunikasi dengan mereka.
Misalnya, ketika memutuskan untuk menggarap segmen Zilenial dan Milenial (usia < 42 tahun) maka memerlukan content dan program yang disesuaikan dengan mereka. Tidak hanya itu, mereka adalah segmen yang mencintai conversation, komunikasi dua arah dan cepat.
Membangun engagement dengan merespons komentar atau pertanyaan mereka adalah kemestian. Itu baru berbicara di medium online, lalu bagaimana medium offline nya yang juga perlu digarap dengan memahami dimana mereka biasa berkumpul, apa yang sedang mereka bicarakan.
Kafe, kampus, sekolah, atau bertemu langsung dengan mereka di komunitas komunitas hobi menjadi penting untuk membangun ‘keintiman’ dengan segmen ini.
Dari ketiga faktor diatas, penulis mencoba untuk memperjelas dengan mencari personifikasi figur yang mendekati dengan tiga faktor tersebut, khususnya pemimpin daerah yang secara popularitas sangat dikenal di skala nasional agar mudah untuk dipahami.
Jika faktor determinan yang menonjol adalah kepribadian kandidat, maka yang paling mendekati adalah Anies Baswedan. Pemilih memilih Anies karena kepribadiannya yang terasosiasi kuat dengan cerdas, terbuka dan religius.
Namun jika faktor determinan adalah gagasan program, bisa dikatakan yang paling dekat adalah figur Ahok, yang teraosiasi kuat dengan ‘bisa kerja’ khususnya dalam mengeksekusi program-program secara cepat.
Lalu bagaimana dengan faktor determinan ketiga yaitu terkait ‘keintiman’ dalam komunikasi dan ikatan dengan pemilih, maka yang paling mendekati adalah Ridwan Kamil (RK).
RK mampu berkomunikasi dengan baik dengan pemilih khususnya generasi Zilenial dan Milenial di media sosial dengan memahami content apa yang paling disukai oleh mereka.
Tidak hanya itu, tim media sosial RK juga sangat responsif terhadap pertanyaan maupun tren-tren yang sedang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar, jika diantara ketiga tokoh tersebut, ‘keintiman’ dengan pemilih yang dilihat dari comment dan like di setiap content yang di upload di media sosial selalu besar.
Akhirnya, sebagai perusahaan riset dan strategi pemasaran yang sudah berpengalaman membantu para politisi dalam memenangkan kursi pemimpin daerah, INFERENSIA sudah mengembangkan model yang fungsinya untuk melihat apa yang menjadi faktor determinan pemilih dalam memilih pemimpin daerah khususnya di level eksekutif.
Hal ini menjadi penting untuk diketahui dan dipahami oleh para calon pemimpin daerah agar strategi yang dijalankan lebih efektif dan efisien.
Perlu juga dipahami bahwa faktor determinan ini memiliki asumsi dimana proses pemenangan dijalankan tanpa atau minim politik uang. Sebenar-benarnya dilakukan dengan metode yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pemasaran politik.
Politik uang yang dimaksud disini adalah penggunaan uang sebagai alat tukar dengan suara calon pemilih secara langsung, biasanya pemilih terikat dengan janji tertulis dan diberikan di saat menjelang pemilihan tanpa melalui proses edukasi tentang pengenalan dan pemahaman akan figur dan program kandidat nya.
Selamat bersaing dan berjuang para calon pemimpin daerah, dan menanglah dengan berdiri tegak dan bermartabat, ayo hilangkan atau minimal kurangi politik uang yang membodohi pemilih. Saatnya pemilih dan pemimpin Indonesia naik kelas!. [Azh]