LANSIA itu seperti anak-anak. Fisiknya lemah, pikirannya pun bisa ‘datang hilang’. Seperti halnya anak-anak, jangan larang mereka aktif.
Lansia menurut kategori ada tiga. Ada lansia muda yaitu mereka yang berusia 60 hingga 69 tahun. Ada lansia madya yang berusia 70 hingga 79. Dan lansia tua, yang berusia di atas 80 tahun.
Namun begitu, penyebutan lansia bisa disederhanakan menjadi mereka yang sudah berusia 60 tahun ke atas. Angka 60 menunjukkan titik balik seseorang kembali ke masa anak-anak: dari fisik maupun kemampuan pikiran dan jiwa.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan kejadiannya. Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 68)
Ada beberapa tips agar para lansia tidak mengalami penurunan kemampuan secara drastis.
Pertama, dorong mereka untuk semangat dalam ibadah, dakwah, zikir, dan tilawah Al-Qur’an.
Cara ini dimaksudkan agar lansia tetap memiliki energi bersih yang datang dari dalam hati dan jiwa mereka. Karena jika lansia mudah mengalami stres, emosional, dan lainnya akan mengalami kesemrawutan dalam fokus.
Nalarnya yang sudah berkurang terganggu oleh emosinya yang sulit dikendaikan, dan lainnya. Tapi jika hatinya tenang, maka nalarnya akan fokus dan terjaga dari pikun.
Kedua, jangan batasi ruang aktifnya.
Biasanya, anak-anak atau cucu akan khawatir dengan keadaan kakek nenek mereka. Misalnya, khawatir sakit kalau banyak gerak, khawatir tersasar kalau berjalan jauh, dan seterusnya.
Kekhawatiran yang berlebihan ini bisa menjadikan lansia bukan menjadi terjaga. Justru, akan menciutkan potensi berpikir dan geraknya. Karena tidak ada stimulus, mereka pun akan surut.
Perhatikan para lansia yang hidup di desa-desa. Meski sudah sangat tua, fisik dan pikirannya masih ‘normal’ seperti usia di bawahnya. Hal ini karena mereka tetap aktif di medan yang menantang.
Ketiga, hidupkan selalu nalar berpikirnya.
Meski fisik bisa melemah, jangan biarkan akal dan pikiran lansia ikut melemah. Rangsang dan latih mereka untuk selalu berpikir. Tapi bukan berarti membebankan mereka dengan pikiran yang berat.
Melatihnya misalnya dengan menanyakan gagasan atau pendapat mereka tentang apa yang mereka lihat dan alami saat ini. Misalnya, pendapat tentang calon jodoh untuk cucunya, atau tentang bidang-bidang yang memang pernah mereka kuasai.
Biasanya, mereka akan berpikir mundur. Yaitu, menyampaikan pendapat menurut pengalaman masa lalu di mana mereka berkecimpung, bukan tentang masa depan. Tapi biarkan, dan tetap berikan apresiasi dari pendapatnya.
Keempat, kondisikan untuk selalu di tengah orang banyak.
Biarkan lansia yang masih bersemangat dengan organisasi atau bergaul dengan tetangga dan teman sejawat. Karena dengan cara itu, stimulusnya akan terus bekerja.
Setidaknya, ajak lansia untuk ikut bermusyawarah keluarga besar atau selalu berada di tengah kumpulnya anak cucu. Jangan dalam sehari lansia tak berkomunikasi dengan siapa pun.
Kalau ia tidak terbiasa berinteraksi dengan orang banyak, biarkan ia berinteraksi dengan hewan peliharaan atau tanaman. Pendek kata, jaga agar selalu ada stimulus agar potensinya terus aktif. [Mh]