ChanelMuslim.com – Rumah produksi Warna Pictures lewat film layar lebar perdananya yang berjudul : “212, The Power of Love” menargetkan penjualan satu juta penonton sebelum tayang perdana di tanggal 9 Mei 2018. Hal ini diungkapkan ustad Erick Yusuf selaku produser film 212, The Power of Love.
"Untuk pre sale kami targetkan satu juta penonton. Tiket tersebut akan dijual bekerja sama dengan komunitas-komunitas dan kolega kami," kata pendiri lembaga dakwah bernama iHAQi.
Komunitas-komunitas dan kolega tersebut diundang juga di acara "Deklarasi Putihkan Bioskop", Village Coffee Kemang, Rabu (14/2/2018). Adapun komunitas tersebut seperti Forum Lingkar Pena, ODOJ, Yisc Al Azhar, Pejuang Shubuh, Masyarakat Ekonomi Syariah, Fintech Indonesia.
Untuk detail transfer mengenai tiket pre sale 212, kata Ustad Erick, The Power of Love akan di informasikan di media sosial.
212, The Power of Love merupakan film yang terinspirasi dari Aksi Bela Islam tanggal 2 Desember 2016, yang dikenal dengan sebutan Aksi 212, adalah peristiwa yang takkan terlupakan dan telah menjadi bagian dari tonggak sejarah umat Islam di Indonesia.
Pada hari itu jutaan umat memenuhi kawasan Monumen Nasional (Monas) dan sekitarnya, menyatakan sikap dan kecintaan mereka kepada Allah dan Al Quran.
Mereka datang dari berbagai wilayah di Indonesia, dengan berbagai cara dan melewati berbagai rintangan, untuk turut hadir menyatakan pembelaan mereka terhadap Al Quran, dan pada hari itu aksi berjalan dengan sangat damai dan santun.
Film ini mengisahkan pergulatan batin Rahmat, seorang jurnalis di sebuah media terkemuka, pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa Ibunya meninggal dan membuat Rahmat harus pulang kekampung halamannya.
Selama hidupnya Rahmat sering bersitegang dengan Ayahnya, seorang tokoh agama desa yang dianggapnya keras dan konservatif. Tiba-tiba Ayah Rahmat yang sudah tua renta tersebut memutuskan untuk melakukan longmarch bersama para kaum muslimin dari desanya menuju Jakarta untuk berpartisipasi dalam 212 dengan tujuan membela Alquran yang di cintainya.
Berbeda dengan ayahnya, Rahmat menganggap aksi 212 dan aksi-aksi sebelumnya adalah gerakan politik yang menunggangi umat Islam untuk kepentingan kekuasaan. Namun, melihat kondisi ayahnya yang sudah tua akhirnya Rahmat memutuskan untuk menemani ayahnya untuk melakukan perjalanan jauh tersebut. Perjalanan akhirnya berubah menjadi sebuah kisah yang bernilai bagi Rahmat.
"Film ini bukan tentang gerakan politik, atau kisah cinta biasa, melainkan tentang hubungan antar manusia dan cinta manusia dengan Tuhannya yang terangkai dalam momen 212," pungkas Ustad Erick. (Ilham)