“SAYANG… Mas mau menikah lagi yaa..! Sekali ini saja..!” ungkap Mas Rizal pada Irin yang hanya menatapnya dengan melongo.
Sejenak, suapan nasi goreng yang ketiga mengambang di udara membuat Irin tersedak. Antara merasa lucu, atau main-main atau memang kenyataan yang membuat Irin mati langkah.
Ketika suaminya meneruskan lagi dengan ungkapan yang lembut, tanpa sedikitpun menatap Irin yang masih kebingungan dan terbengong-bengong.
“Mas Rizal ni, ada-ada saja. Bicara soal pernikahan kayak anak kecil minta mainan pakai kata-kata sekali ini saja. Mas… Mas… hargai aku dong…! Mana ada sih istri yang mau ngasih suaminya menikah lagi. Memang aku kurang apa sih, dasar lelaki, selalu kurang puas,” setengah geli, setengah jengkel Irin membalas ucapan suaminya.
“Ya, Mas kan hanya mencoba mengikuti Sunnah Nabi, dan juga mengingat banyaknya perempuan dibandingkan pria. Mas rasa okelah bila Mas menikah lagi. Lagi pula perempuan yang akan kunikahi ini orang baik-baik kok, sudah tua juga umurnya, dan… ”
Belum selesai Mas Rizal bicara, istrinya menyambung,
“Dan…. lebih menarik dariku, lebih cantik, tua tapi seksi. Begitu kan? Sudah berapa lama sih Mas menjalin hubungan dengan dia. Mas nih, katanya saleh, kok genit begitu sih..? Aku enggak mau dipoligami, Mas!” isak tangis Irin melibatkan emosi dan rasa kasihan Mas Rizal pada istri yang dinikahinya sepuluh tahun yang lalu itu.
Memang Irin tidak kurang apapun. Cantik, menarik, luwes, baik pula pada mertua. Jabatan di kantor cukup baik dan Irin tidak pernah kurang ajar pada suaminya.
Memang tak ada yang kurang dari Irin untuk memaksa Rizal menikah lagi, namun Rizal merasa wajib menolong perempuan itu. Savitri namanya.
Dengan kelembutannya dan juga kecelakaan yang dialami suaminya, maka lengkap sudah penderitaan Savitri yang memiliki tiga anak yang masih kecil-kecil.
baca juga: Masa Kecil yang Buruk Menimbulkan Kesakithatian dan Dendam di Masa Tua
Istriku Sayang, Mas Ingin Menikah Lagi
Rizal tahu betul gaji Savitri, staf kecil yang hanya menduduki posisi sebagai kasir di kantornya. Ia terkenal jujur, Rizal sebagai bos HRD di kantor mereka, tahu betul gaji Savitri.
Dengan kematian suaminya setengah tahun yang lalu, Rizal memutuskan untuk membantu Savitri dan menikahinya sekaligus.
Memang, benih cinta akhirnya timbul juga di hati Rizal ketika jabatannya sebagai direktur HRD membuatnya menjadi dekat dengan semua pegawai di kantor itu.
Ketika tunjangan terakhir berupa beasiswa pendidikan diberikan kantornya kepada Savitri, Rizal harus datang sendiri untuk menyerahkan padanya sembari membawa bukti bahwa memang anak-anak Savitri memerlukan bantuan.
Ketika Rizal datang ke rumah Savitri dan menjumpai banyak genangan banjir di ruang tamu, hati Rizal trenyuh.
Dengan sigap, ia menawarkan bantuan, apakah bisa dipanggilkan tukang untuk membetulkan genteng yang bocor di sana- sini?
Savitri hanya diam dengan gelisah sambil memainkan ujung jilbabnya. “Tak usah, Pak, nanti juga kering sendiri, lagipula kalau dibetulkan satu, maka semua atap harus diganti. Saya tak punya cukup uang untuk itu, Bapak kan tahu gaji saya berapa,” Savitri menjawab lirih.
“Lhaa, kamu ini, sudahlah nanti aku bantu. Cuma genteng saja kok. Besok aku panggilkan tukang yaa!” perintah Rizal tegas dan menguasai.
Mengingat sikap Rizal yang melindungi, hati Savitri semakin trenyuh dan ingatannya pada suaminya membuat pandangan matanya yang sayu sontak menjadikan Rizal semakin merasa ingin melindungi.
Uffh… naluri kelaki-lakian Rizal tak dapat dihindari dan hal itu membuat Rizal menjadi semakin bertekad untuk melindungi Savitri sebagai anak buahnya.
Hari demi hari berlalu, dan Rizal pun semakin sering berkunjung ke rumah Savitri.
Dari genteng yang bocor, kemudian tukang keran yang handal, bahkan membantu anak pertama Savitri yang akan Ujian Nasional SMP dua bulan lagi.
Rizal merasa ikut tertantang ketika soal aljabar dengan menggunakan pecahan belum juga terselesaikan.
Setelah dua jam membantu anak sulung Savitri mengerjakan PR aljabar, bunyi handphone dari istrinya mengejutkan Rizal. Ia kaget karena sudah pukul 20.45 malam, dan sudah waktunya untuk pulang.
Dengan wajah kecewa dan mata yang selalu sayu, Savitri mengajak Rizal makan. Rengekan anak-anak Savitri yang minta Rizal mengambilkan kerupuk di ujung meja tepat dekat tempat Rizal berdiri, membuat Rizal menjadi terpojok.
Janjinya untuk pulang sebentar lagi pada istrinya, molor menjadi satu jam lagi. Makan malam yang sederhana terasa enak di lidah.
Juga pekikan gembira ketika Aiman si sulung meneriakkan kegembiraan karena berhasil menemukan jawaban soal Matematika yang lumayan susah.
Spontan, Rizal berjanji untuk mengajak Aiman beserta kedua adiknya ke Dufan bila nilai UN-nya bagus.
Rizal melajukan mobilnya ke rumah. Hanya kebahagiaan saja yang terasa karena bisa menolong keluarga miskin lemah. Belum terpikir olehnya untuk menikah lagi, sampai akhirnya..
Aiman lulus ujian bahkan menduduki peringkat ketiga di SMP. Nilai UN-nya cukup tinggi, 36 untuk mata pelajaran. Nilai matematika 9,6, dan itu semua atas bantuan Rizal yang dengan ikhlas mengajarkannya.
Bagi Rizal, Matematika itu mudah dan menyenangkan, maklum, Rizal adalah jagonya olimpiade Matematika ketika dulu masih bersekolah di Semarang.
Sampai akhirnya, Rizal memenuhi janjinya membawa semua anak Savitri ke Dufan. Rizal termangu, karena mendapati rumah terkunci rapat.
Rizal segera mencari tahu, ke mana gerangan seluruh penghuni rumah kontrakan yang kecil ini. Rizal terhenyak ketika mendapati semua penghuni rumah sudah keluar dari tempat itu.
Rizal bertekad bila menemukan mereka malam ini, maka Rizal akan membawanya pulang ke rumah. Ia akan meminta izin pada istrinya, dan entah dari mana datangnya pikiran itu, Rizal pun berniat menikahi Savitri dengan maksud agar dapat membelikan rumah bagi Savitri dan anak-anaknya.
Lamunan Rizal terus berputar dan sampai pagi hari, ia tidak juga menemukan Savitri dan anak-anaknya. Bahkan seluruh staf di kantor sudah dimintai bantuan untuk mencari Savitri.
Rizal melamun dan meringis nyeri, membayangkan Savitri yang bertubuh lemah, dengan langkah lunglai, membawa pergi ketiga anaknya tanpa sedikitpun ingat untuk memberikan pesan.
Mungkinkah handphonenya dijual? Rizal menepuk dahinya yang lebar. Memang aku ingat, Savitri berkata akan menjual handphone-nya untuk membiayai UN anaknya.
Rizal kembali meringis nyeri. Tadi pagi selepas subuh, Rizal berniat untuk menikahi Savitri dan membawa anak- anaknya.
Karena rasa iba yang dalam dan kebersamaan yang sudah terjalin membuat Rizal merasakan ada separuh dari jiwanya yang hilang dengan tidak ditemukannya Savitri dan anak-anaknya.
Rizal terus memikirkan Savitri, tanpa tahu adakah cinta di hatinya pada perempuan yang lemah itu? Cantik pun tidak bahkan bila dibandingkan Irin, sungguh Irin jauh lebih menyenangkan untuk dipandang.
Rizal tak tahu sampai kapan dia harus berhenti memikirkan nasib keluarga kecil yang malang itu, sampai akhirnya Rizal tak sadar bahwa hubungannya yang utama dengan Irin menjadi semakin jauh.
Sudah enam bulan berlalu, Irin merasakan bahwa suaminya seperti bukan suaminya lagi, menjadi sosok pendiam dan jarang bicara. Bila ada di rumah pun matanya kosong, melamun. Koran di depannya tidak dibalik sedikitpun.
Sungguh, Irin tak tahu rumah tangganya seperti apa sekarang, karena suaminya selalu menolak untuk diajak bicara.
Selain itu, Irin masih sangat sakit hati dengan permintaan suaminya yang menurutnya tidak masuk akal.
Bila Rizal tidak tegas dan berani mengambil keputusan dan tidak melarutkan perasaan dan pikirannya sebagai manajer HRD pada semua masalah staf kecilnya, maka yakinlah bahwa rumah tangga Rizal dan Irin adalah rumah tangga riil yang seharusnya dijaga, akan menjadi berantakan.
Rizal, ayo… berhentilah melamun dan mengasihani orang lain. Lihat istrimu, dia perlu perhatian juga kan? Walau dia nampak tidak lemah dan kuat.
Kembalilah pada keluargamu…! Yang sudah ada di depan. Jangan terpaku pada sesuatu yang tak pasti.
(Dikutip dari buku Secangkir Teh Buatan Bidadari)
By: Fifi P. Jubilea (S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D – Oklahoma, USA).
Owner and Founder of Jakarta Islamic School (Jakarta fullday); Kalimalang, Joglo, Depok.
Owner and Founder of Jakarta Islamic Boys Boarding School – Megamendung
Owner and Founder of Jakarta Islamic Girls Boarding School – Mega cerah
Next;
Owner and Founder of Jubilea Islamic College (2023) – Purwadadi Subang – setara SMP dan SMU. Boys and girls.
Owner and Founder of Jubilea University (2024) – Purwadadi and Malaka
Founder and Owner of Jakarta Islamic School, Jakarta Islamic Boys Boarding School (JIBBS), Jakarta Islamic Girls Boarding School (JIGSc)
Visit: //www.facebook.com/fifi.jubilea
Jakarta Islamic School (JISc/JIBBS/JIGSc): Sekolah sirah, sekolah sunnah, sekolah thinking skills (tafakur), sekolah dzikir dan sekolah Al-Qur’an, School for leaders
For online registration, visit our website:
𝗵𝘁𝘁𝗽𝘀://𝘄𝘄𝘄.𝗷𝗮𝗸𝗮𝗿𝘁𝗮𝗶𝘀𝗹𝗮𝗺𝗶𝗰𝘀𝗰𝗵𝗼𝗼𝗹.𝗰𝗼𝗺/
Further Information:
0811-1277-155 (Ms. Indah; Fullday)
0899-9911-723 (Mr. Mubarok; Boarding)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok: