ChanelMuslim.com – Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM) menemukan adanya perbedaan informasi data saat pendaftaran produk dengan saat terjadi pengawasan dalam dua produk suplemen makanan Viostin DS dan Enzyplex.
"Hasil pengujian pada pengawasan dengan saat pendaftaran berbeda. Saat pendaftara mereka mendaftarkan ke BPOM dengan bahan baku bersumber sapi," ujar Kepala BPOM Penny K Lukito di Gedung BPOMM Senin (5/2/2018).
Dalam standarnya, kata Penny, ada dua pengawasan yang dilakukan. Pertama pengawasan pre-market. Pengawasan tersebut merupakan evaluasi terhadap mutu, keamanan, dan khasiat produk sebelum memperoleh nomor izin edar (NIE). Penny mengatakan, produk yang mengandung bahan tertentu berasal dari babi maupun bersinggungan dengan bahan bersumber babi dalam proses pembuatannya wajib mencantumkan informasi tersebut pada label.
Sementara pengawasan post-market bertujuan untuk melihat konsistensi mutu, keamanan, dan khasiat produk, yang dilakukan dengan sampling produk yang beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pemantauan farmakovigilan, pengawasan label, dan iklan.
Produk yang disampling kemudian diuji laboratorium untuk mengetahui apakah obat dan suplemen makanan tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah disetujui pada saat evaluasi pre-market.
"Hasil uji ini menjadi dasar untuk melakukan tindak lanjut terhadap produk yang di-sampling," kata Penny.
Setelah ditemukan DNA Babi pada dua suplemen makanan itu, BPOM langsung memberi sanksi peringatan keras kepada PT Pharos Indonesia sebagai produsen Viostin DS dan PT Medifarma Laboratories sebagai produsen Enzyplex.
BPOM juga memerintahkan perusahaan menarik kedua produk tersebut dari peredaran serta menghentikan proses produksi.
“Untuk itu Badan POM RI telah mencabut nomor izin edar kedua produk tersebut," kata Penny.
Masyarakat diminta melapor BPOM jika masih menemukan produk Viostin dan Enzyplex di peredaran.
"Jika masyarakat masih melihat kedua produk tersebut beredar di pasaran beritahu ke BPOM," kata Penny.
Penny memastikan BPOM akan melakukan perbaikan sistem dan meningkatkan kinerja dalam pengawasan obat dan makanan. Sehingga masyarakat dapat mengonsumsi produk yang telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
"Dengan kejadian ini menunjukkan perlunya penguatan dasar hukum pengawasan Obat dan Makanan melalui pengesahan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan," kata Penny. (Ilham)