SEPERTI Binatang ternak, itulah perumpamaan untuk mereka yang hidupnya jauh dari Islam. Hidupnya hanya untuk makan, minum, kawin, tidur, berkembang biak, dan mati.
Binatang ternak dijadikan Allah sebagai perumpamaan untuk mereka yang jauh dari Islam: tidak menangkap tanda kekuasaan Allah, jauh dari Islam, dan enggan beribadah.
Binatang ternak itu antara lain sapi, kerbau, unta, kuda, kambing, ayam, bebek, dan lainnya. Kehidupan mereka begitu sederhana: makan dan dimakan.
Tidak ada kecenderungan lain dari hewan-hewan itu kecuali makan dan kawin saja. Mereka enjoy berkumpul dalam komunitas tanpa perlu tahu kenapa mereka ada di komunitas itu.
Sebagian mereka bahkan hanya ngikut saja dengan senior. Kemana senior berada di situ mereka berkumpul. Tanpa perlu tahu kenapa senior ada di situ.
Perilaku inilah yang memudahkan para pengembala untuk tidak perlu repot-repot menggiring seluruh hewan. Cukup giring seniornya saja, maka para junior akan ikut.
Hewan-hewan ini juga tidak seperti kucing, anjing, ular, singa, buaya, dan sejenisnya yang selalu berikhtiar untuk mandiri. Hewan ternak tidak pernah terpikir untuk mandiri. Kalau ada makanan, ya dimakan. Kalau tidak ada, ya pasrah saja.
Mereka juga tidak pernah berpikir kemana senior-senior mereka yang sudah tumbuh besar. Sudah sekian banyak anggota keluarga dan komunitas mereka yang disembelih, tapi mereka tidak pernah ambil pusing.
Seperti itulah perumpamaan manusia yang tidak menangkap tanda dari Allah subhanahu wata’ala. Hidupnya seperti hanya tentang makan.
Padahal Allah istimewakan manusia dengan berbagai kelebihan. Ada hati yang bisa memahami untuk apa hidup yang sebenarnya. Ada mata yang bisa menganalisis akhir dari kelalaian dan jauhnya dari agama.
Kalau hewan ternak bertabiat bodoh seperti itu mungkin wajar. Karena mereka tidak dilengkapi dengan perangkat akal. Tapi jika itu terjadi pada manusia, maka kelalaian dan kebodohan itu akan jauh lebih parah lagi.
Dunia ini hanya sementara. Bahkan sangat sementara. Durasinya hanya puluhan tahun. Tapi, dampak dari yang sementara itu menjadi penentu untuk hidup yang abadi.
Makan, minum, sandang pangan, karir, kawin; memang untuk hidup. Tapi bukan berarti, hidup hanya untuk itu semua.
Ada misi hidup yang paling utama. Yaitu, mewarnai hidup ini dengan warna yang Allah inginkan. Karena di situlah keberkahan hidup yang sebenarnya: di dunia dan akhirat.