DI antara kita sering kali mengakui dan berbangga diri atas kesuksesan yang telah dicapai oleh diri sendiri. Pengakuan dan kebanggaan ini banyak lahir diiringi dengan perasaan sombong sehingga lupa bersikap rendah diri atas kebaikan yang Allah beri.
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa: 79)
Penjelasan:
Di dalam ayat ini kita diperintahkan untuk mengaitkan setiap hal yang baik itu kepada Allah. Menurut As-Sudi “kebaikan” adalah kesuburan, kuda, hewan ternak, kehidupan mereka yang membaik, serta istri-istri mereka yang melahirkan banyak anak, sedangkan keburukan yang menimpa seseorang itu adalah karena dosa yang ia perbuat.
Baca Juga: Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat Menurut Syekh Muhammad Jaber
Masih Sering Klaim Kesuksesan dari Diri Sendiri? Ingat, Segala Kebaikan Itu dari Allah
Allah berfirman:
“ وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. As-Syuara: 30)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang tidak lecet karena sebuah ranting atau terpeleset kakinya atau keseleo uratnya kecuali karena dosa dan apa yang Allah maafkan lebih banyak.” (HR. Ibnu Jarir).
Ayat ini melarang kita untuk mengklaim bahwa setiap kesuksesan yang diraih di dunia ini adalah hasil dari jerih payah kita sendiri.
Setiap muslim harus berkeyakinan bahwa di balik setiap karyanya yang hebat ada campur tangan Allah, janganlah seperti kaum Firaun yang tidak pernah melibatkan pertolongan Allah dalam setiap prestasi yang mereka capai, sebagaimana firman-Nya:
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَنْ مَعَهُ ۗ
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.” (QS. Al-A’raf: 31)
Dalam Surah An-Nisa ayat 79, Allah menyebut “engkau” dan ini tertuju kepada Rasul, tetapi perkataan engkau di sini ditujukan bukan hanya untuk Rasul saja, melainkan kepada diri tiap-tiap orang yang mukallaf. Rasul hanya menjadi perantara buat menyampaikan.
Yaitu bahwasanya nikmat dan rahmat Allah cukuplah diberikan kepada manusia di dalam alam ini tidak ada yang kurang sehingga pada asalnya semuanya baik. Tidak ada Allah memberikan yang buruk, demikian jelas Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar.
Allah telah memberikan akal agar ia bisa berusaha dan memilih mana yang baik dan buruk, karenanya jika seorang manusia gagal atau di dalam menuju yang baik tiba-tiba yang buruk menimpa itu adalah diri manusia sendiri.
Yang harus dijaga oleh manusia adalah upaya mensyukuri nikmat Allah. Kesalahan yang paling besar ialah kalau tidak mensyukuri nikmat.
Jiwamu sendiri terbelakang walau telah berlimpah nikmat Allah kepada kamu namun karena kamu tidak mengenal apa yang dikatakan syukur nikmat, kamu akan tetap mengeluh.
Sebab itu janganlah menimpakan salah kepada orang lain tetapi selidikilah penyakit yang ada dalam dirimu; demikian Buya Hamka dengan nasihatnya yang begitu teduh dalam tafsir Al-Azhar.
Adapun Pelajaran yang bisa dipetik dari surah An-Nisa ayat 79 adalah:
1. Ada sistem yang ditetapkan Allah subhanahu wa ta’ala guna meraih dan melahirkan kebaikan dan keburukan, siapapun yang menelusurinya akan memperoleh hasilnya bukan karena kesialan atau kemujuran seseorang, karena itu sangat buruk dan terlarang melempar kesalahan kepada orang lain dengan menduganya sial.
2. Yang buruk adalah luputnya ganjaran Ilahi karena sesuatu yang dinilai negatif tidak buruk jika dihadapi dengan sabar dan tabah, karena dengannya diperoleh ganjaran. Sebaiknya yang positif dapat menjadi buruk jika mengundang murka Allah (Tafsir Al-Lubab).
Sayyid Qutub bertutur tentang ayat ini dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an, “Allah telah membuat konsep, menentukan jalan, menunjukkan pada kebaikan dan mengingatkan tentang kejahatan.
Bila seseorang mengikuti konsep tersebut, menuruti jalannya, berusaha mencapai kebaikan, menghindar dari kejahatan; maka Allah akan membantunya mendapatkan petunjuk.”
Seseorang mendapatkan kebaikan. Dan tidaklah penting baginya apakah kebaikan itu termasuk fenomena yang disebutkan manusia.
Sesuatu yang penting baginya adalah bahwa hal itu baik menurut pandangan Allah dan kebaikan itu berasal dari sisi-Nya, sebab Allah-lah yang telah membuatkan konsep dan menentukan jalan baginya.
“Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
Fawaid yang dapat diambil dari ayat ni adalah: Bahwasanya manusia tidak dapat menjamin dalam dirinya selalu ada ketenangan, karena keburukan yang ia hadapi tidak lain adalah datangnya dari diri sendiri, dan tidak pula ia sibuk dengan cacian dan hinaan dari segenap manusia di sekitarnya lalu mengiraukannya, hendaklah ia kembali kepada kesalahan kemudian ia bertaubat darinya, dan memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan dirinya dan kehinaan perbuatannya, ia mesti memohon kepada Allah agar Ia melimpahkan kepadanya pertolongan dalam ketaatan kepada-Nya, maka dengan itu semua ia akan meraih segala kebaikan dan menjauhkannya dari keburukan.
Demikian jelas Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.
Adapun Pelajaran dari ayat ini menurut Syaikh Abu Bakar Jabir A Jazairi adalah sebagai berikut:
Pelajaran dari ayat:
• Kebaikan dan keburukan, keduanya adalah atas takdir Allah.
• Kebaikan adalah dari Allah dan keburukan dari hawa nafsu. Kebaikan adalah perintah Allah yang mendatangkan sebab-sebabnya setelah Allah membuatnya terwujud dan menolong orang untuk mendapatkannya dan menjauhkan penghalang-penghalangnya.
Keburukan adalah berasal dari hawa nafsu karena Allah melarangnya, mengancam pelakunya, tidak memberi taufik menuju pada-Nya dan tidak menolong untuk melakukannya, keburukan adalah dari hawa nafsu bukan dari Allah.
Demikian tadabbur singkat dari ayat ini, semoga kita termasuk hamba-Nya yang dimampukan untuk melihat bahwa semua yang bersumber dari Allah adalah kebaikan yang sarat akan hikmah walau diri ini belum siap untuk menerimanya dan semua yang buruk itu adalah akibat dari kesalahan kita dalam menjalani rambu-rambu kehidupan yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi M.A
[Ln]