KEADILAN untuk kasus bayi tertukar di Bogor akhirnya menemukan titik terang. Polres Bogor mengumumkan bahwa dua bayi yang dirawat Siti Mauliah (37 tahun) dan D (33) memang tertukar sejak tahun lalu.
Hal itu dibuktikan dari hasil tes DNA silang yang dilakukan di Puslabfor Polri, Senin (21/8).
“Berdasarkan hasil dari Puslabfor Bareskrim Polri, di mana ditemukan memang fix 99,9 persen berdasarkan data yang diberikan Kapuslabfor bahwa anak tersebut memang tertukar,” kata Kapolres Bogor, AKBP Rio Wahyu Anggoro, Jumat (25/8) malam.
Peristiwa bayi tertukar selama satu tahun di Bogor itu melengkapi kisah-kisah bayi tertukar yang pernah terjadi sebelumnya.
Salah satu peristiwa yang paling menyita perhatian publik adalah tertukarnya bayi Dewi dan Cipluk di tahun 1987.
Peristiwa bermula saat salah seorang ibu yang bernama Nuraini mengambil bayi yang ternyata bukan bayinya. Hal tersebut dibuktikan melalui tes darah dan persidangan di pengadilan .
“Terbukti mengambil Dewi di boks nomor 1 tanpa izin petugas, dan bersikeras menguasainya,” putus hakim di hadapan pengunjung yang memadati ruang sidang utama.
Begitu hebohnya peristiwa itu hingga diangkat ke layar lebar dengan dibuat film judul “Dewi dan Cipluk, Semua Sayang Kamu.”
Baca juga: Konflik Batin di Kasus Bayi Tertukar di Bogor
Keadilan untuk Bayi Tertukar
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti mengulas, sejarah mencatat kisah masyhur bayi tertukar yang terjadi pada masa Nabi Sulaiman. Syahdan suatu hari ada dua orang ibu yang membawa bayinya ke ladang.
Saat bekerja, kedua bayi itu ditidurkan di bawah pohon yang rindang. Malang tak dapat ditolak, ada seekor serigala mendekat dan menerkam salah satunya.
Kedua ibu lalu berebut bayi yang masih hidup. Sengketa itu dibawa ke hadapan Nabi Sulaiman. Setelah meminta petunjuk pada Allah, Nabi Sulaiman berkata,
“Ambilkan aku pedang. Aku akan membelah bayi ini menjadi dua,” tegasnya sambil mengayunkan pedang.
View this post on Instagram
Melihat hal itu, salah seorang di antara mereka menangis sambil berteriak, “Bayi itu akan mati kalau dibelah. Aku ikhlas menyerahkan padanya, selama ia merawatnya dengan kasih sayang,” pintanya mengiba.
Dengan bijaksana Nabi Sulaiman memutuskan bahwa ibu yang rela menyerahkan bayinya dari pada dibelah adalah ibu kandung bayi itu. Karena tak ada ibu yang menginginkan bayinya mati di ujung pedang.
Dalam kitab “Tafsir al-Lathif al-Manan fi Khulashah Tafsir Alquran” karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, disebutkan perebutan bayi itu menjadi salah satu kisah di balik turunnya QS Al Anbiya: 79.
“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka (Daud dan Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.”
Semoga kedua ibu yang bayinya tertukar ikhlas menerima hasil tes DNA sebagai ikhtiar untuk mencari kebenaran dan selanjutnya merawat bayinya dengan penuh kasih sayang.[ind]