IRIT itu super hemat. Jika terlalu irit, maka super-super hemat, alias pelit.
Secara umum hemat itu baik. Karena lawan kata dari hemat adalah boros. Allah subhanahu wata’ala mencela mereka yang boros dan menggolongkannya sebagai saudara setan.
Irit adalah kata lain dari hemat. Tapi, rasa bahasanya menjadi super hemat. Karena itulah, untuk mereka yang pas-pasan, belanja pada hari-hari menjelang gajian biasa memilih kata ‘irit’ daripada hemat.
Nah, bayangkan jika katanya ditambah lagi dengan ‘terlalu’ atau terlalu irit. Maka, artinya bisa pelit.
Memang, tidak semua irit artinya pelit. Karena orang yang irit bisa mengartikan dua keadaan: mungkin karena ketersediaan yang sangat terbatas, atau karena perilaku bawaan sejak kecil.
Sementara kata pelit mengartikan bahwa ketersediaannya banyak, tapi suplai ke pihak keluarganya yang sedikit. Kalau ditanya kenapa, jawabannya itu tadi: perilaku bawaan.
Dalam hal ini, pihak yang paling dipersalahkan karena terlalu irit atau pelit biasanya bukan ibu. Karena ibu membelanjakan uangnya mengikuti pasokan yang diberikan ayah.
Jadi, pihak yang paling ‘tertuduh’ adalah para suami atau ayah karena terlalu irit alias pelit terhadap uang yang diberikan untuk keluarga.
Hindun dan Abu Sufyan
Hindun binti Utbah adalah istri dari Abu Sufyan yang dikenal sebagai tokoh Quraisy di masa Nabi. Setelah masuk Islam, Hindun pernah mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa suatu kali Hindun mendatangi Rasulullah untuk menanyakan suatu hal.
“Apakah berdosa jika aku mencuri uang suamiku karena ia pelit?” seperti itu kira-kira pertanyaan dari Hindun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab tidak berdosa. “Ambillah untukmu dan untuk anak-anakmu secara ma’ruf,” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan secara ma’ruf adalah untuk kebutuhan yang lazim atau sebatas yang diperlukan.
Kenapa pelit disebut sifat bawaan? Karena pada umumnya, tidak mungkin ada sifat pelit antara suami dan istri. Karena ikatan cinta menjadikan mereka selalu bersemangat untuk memberi, bukan meminta.
Yang pantas dari turunan rasa cinta adalah pengorbanan. Dan pelit adalah kebalikan dari pengorbanan.
Pelit bisa berasal dari mindset yang salah. Yaitu, jika sesuatu sudah ada dalam ‘genggaman’, jangan gampang dilepas. Padahal dalam Islam, semua yang ada dalam genggaman kita adalah dari Allah, dan Allah berkuasa untuk mengganti dengan yang lebih banyak lagi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasihati Asma. Yang bunyinya antara lain, wahai Asma, jangan engkau menghitung-hitung sedekah untuk orang lain. Karena jika begitu, Allah akan menghitung-hitung jatah rezekimu.
Jadi, jika stok cukup memadai, jangan terlalu irit untuk istri dan anak-anak. Yakinlah, bahwa Allah berkuasa mendatangkan rezekiNya dengan cara yang tak terduga. [Mh]