TEMPAT berhenti merupakan kebutuhan alami setiap orang. Tempat-tempat berhenti itu beragam. Ada rumah, ada hobi, dan ada cinta.
Orang Arab kalau bertanya alamat seseorang biasanya mengatakan, “Ayna taskun?” Tempat tinggalmu di mana?
Asal katanya pada ‘sakanun’ yang bisa diartikan sebagai tempat tinggal atau alamat. Itulah tempat berhentinya seseorang dari kesibukan sehari-hari.
Di situ orang istirahat, bertemu keluarga, makan dan minum, ibadah, dan merevitalisasi energi untuk menghadapi kesibukan esok hari. Tanpa tempat berhenti atau rumah, orang sulit mendapatkan kesegaran baru.
Ada juga tempat berhentinya sebuah kegemaran. Hal itu disebut dengan hobi. Ada yang hobi olah raga tertentu, permainan tertentu, pekerjaan tertentu, dan lainnya.
Dengan hobi itu, kegemarannya berhenti di titik itu. Ia bisa berlama-lama tanpa peduli waktu dan tenaga. Perhatikanlah orang yang hobi memancing ikan.
Ia begitu rela untuk berlama-lama memancing di atas terik matahari, di tempat yang tidak nyaman, dan lainnya. Padahal, kalau hanya tentang ikan, ia bisa saja membeli dengan mudah.
Ada juga tempat berhenti lain. Yaitu tempat berhentinya rasa di hati. Orang menyebutnya dengan cinta. Kata hobi pun sebenarnya serapan dari Bahasa Arab yang artinya juga cinta.
Pria yang jatuh pada wanita, begitu pun sebaliknya, menandakan bahwa rasa dalam hatinya berhenti pada sosok tertentu. Dan sebab kecocokan tempat berhenti ini begitu abstrak. Tak bisa dinalarkan.
Karena itulah, Al-Qur’an menyebut jodoh dengan sakinah, “litaskunuu ilaiha.” Sakinah juga memiliki akar kata yang sama dengan sakanun yang artinya tempat berhenti. Arti di sini adalah ketenteraman dan ketenangan.
Dengan kata lain, para lajang adalah mereka yang belum memperoleh tempat pemberhentian hati. Karena itulah mereka belum mendapatkan sakinah. Hatinya boleh jadi akan gundah dan gelisah, hingga ada sosok yang membuat hatinya menemukan pemberhentian atau sakinah.
Bersyukurlah mereka yang sudah Allah anugerahi tempat-tempat pemberhentian, baik fisik maupun hati. Dan bersabarlah mereka yang belum mendapatkannya.
Yang tidak wajar adalah mereka yang sudah memperoleh tempat-tempat pemberhentian, tapi hatinya masih belum tenteram. Punya rumah tapi tidak bisa betah. Punya istri atau suami tapi rasanya masih seperti single.
Betapa nikmatnya jika semua pemberhentian Allah anugerahkan pada seseorang. Ia bisa beristirahat dari lelah. Bisa terpuaskan dari liarnya syahwat.
Belajarlah untuk mengevaluasi diri kenapa tempat-tempat pemberhentian yang ada terasa tidak nyaman.
Sekali lagi, belajar mengevaluasi diri. Benahi jika memang ditemukan ketidakwajaran. Bukan sebaliknya, menyalahkan semua pemberhentian karena merasa bahwa dirinya selalu benar. [Mh]