MENJADI ayah dan ibu yang membesarkan anak disertai dengan memberikan pendidikan, perawatan dan memperhatikan serta mendorong tumbuh kembang semua potensi anak merupakan amal yang agung yang dapat mengantarkan ayah dan ibu pada derajat yang sangat mulia di sisi Allah subnahu wa ta’ala.
Dengan demikian, maka Allah, para Malaikat bahkan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi beristighfar dan berdoa untuk mereka, sebagaimana Rasulullah bersabda:
“إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ. (رواه الترميذي)
“Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)
Mengajarkan ilmu itu merupakan amal yang mulia sehingga Adam dimuliakan kedudukannya oleh Allah melebihi para Malaikat yang diharuskan bersujud kepada Adam. Sebab Adam mengajarkan nama-nama benda (ilmu) kepada para Malaikat.
Baca Juga: Tidak Ada Kemuliaan bagi Orang yang Tidak Memiliki Ilmu
Kemuliaan Besar Menjadi Ayah dan Ibu
Apalagi menjadi ayah dan ibu sebagai pendidik dan pengajar yang membentuk karakter dan wawasan pengetahuan anak tentunya menjadi lebih mulia dari pada yang hanya sekedar mengajarkan ilmu. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:
“Dia (Allah) berfirman: “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”. (Al-Baqarah: 33-34)
Pahala akan terus berlimpah dan mengalir hingga hari kiamat kepada ayah dan ibu yang telah melakukan kewajiban kepada anaknya. Rasulullah bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang melakukannya”. (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR Muslim)
Rasulullah bangga jika umatnya memiliki keturunan yang banyak. Sehingga beliau mensyariatkan untuk menikah dengan wanita yang subur agar dapat melahirkan keturunan.
Beliau bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur, karena sesungguhnya aku akan berbanggaa dengan jumlah kalian di hadapan umat-umata yang lain.” (HR. Abu Daud, An-Nasaai, Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Daud)
Juga beliau bersabda:
تَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا تَكُونُوا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى
“Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan jumlah kalian terhadap umat-umat yang lain pada hari kiamat, dan janganlah hidup membujang seperti para rahib nasrani.” (HR. Baihaqi)
Syariat menikah dan memiliki keturunan ini sudah ada sejak umat-umat terdahulu sebelum zaman nabi Muhammad. Dengan demikian, maka pantaslah nabi Ibrahim dan nabi Zakaria walaupun sudah tua masih berdoa terus agar memiliki keturunan. Allah berfirman:
رَبِّ هَبۡ لِي مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Ya Tuhanku anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh”. (Al-Shaffat : 100)
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥۖ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ
“Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa”. (Ali-Imran : 38)
Oleh karena itu, maka suami istri hendaknya bersepakat untuk memiliki keturunan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai ayah dan ibu kepada anak-anaknya.
Hindarilah pemikiran childfree yang menjadi gaya hidup baru agar tidak ada kesepakatan untuk tidak memiliki anak.
Catatan Ustazah Dr. Aan Rohanah Lc., M.Ag di akun instagramnya @aanrohanah_16. Ustazah Aan Rohanah adalah perempuan yang Peduli Keluarga dan Pendidikan Anak. [Ln]
View this post on Instagram