INDONESIA terus-terusan dihadapkan dengan permasalahan ketahanan keluarga, selain Ponorogo angka dispensasi nikah banyak diajukan di provinsi Jawa Barat. Sebanyak 8.607 anak mengajukan dispensasi nikah, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, selama triwulan terakhir di tahun 2022.
Menurut Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Atalia Praratya secara garis bersar penyebab perkawinan anak di Jawa Barat adalah Kehamilan tidak diinginkan.
Sejalan dengan pernyataan Kepala DP3AKB Jabar, I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka mengatakan, sejumlah faktor yang menyebabkan permohonan dispensasi ini meningkat. Namun, mayoritas adalah kehamilan di luar nikah.
“Meningkatnya jumlah kehamilan tidak diinginkan atau KTD,” kata Kim, Selasa (17/1/2023).
Baca Juga: Ratusan Pelajar Hamil Duluan, Dispensasi Nikah Bukan Solusi
Sebanyak 8.607 Anak di Jawa Barat Ajukan Dispensasi Nikah, Mayoritas Hamil di Luar Nikah
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengatakan bahwa pernikahan dini punya potensi besar pada muramnya masa depan anak bangsa. Ia mengatakan pernikahan itu selaiknya dipersiapkan dengan sepenuh kematangan. Kematangan fisik, psikis, emosi termasuk ekonomi.
“Sementara ajuan dispensasi nikah mereka yang masih di bawah umur ini justru abai terhadap hal tersebut. Maka ancaman meningkatnya angka kemiskinan, perceraian hingga kematian ibu dan bayi membayangi masa depan generasi kita,” katanya.
Apalagi dua alasan yang paling banyak melatarbelakangi pengajuan dispensasi nikah ini adalah hamil di luar nikah dan alasan keterbatasan ekonomi.
“Alasan hamil di luar nikah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua karena menabrak norma agama, budaya dan pancasila yang berketuhanan yang maha esa.
Artinya ada persoalan mendasar yang harus diselesaikan, bukan sekedar dengan membahas batas usia pernikahan tapi pada persoalan bagaimana pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan pancasila dan penguatan ketahanan keluarga ternyata tidak terimplementasi dengan baik,” kata Ledia.
Sekretaris Fraksi PKS ini menegaskan bahwa upaya preventif agar angka pernikahan dini ini bisa diminimalisir harus dikuatkan dan menjadi fokus perhatian bersama antara pemerintah atau pihak eksekutif, legislatif, pendidik, keluarga dan masyarakat umum.
Menurutnya pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan pancasila harus dikuatkan dan disosialisasikan lebih intens tidak hanya kepada pelajar tapi juga pada guru, orangtua, dan pemuka masyarakat. Karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya terletak pada pihak sekolah dan pendidik saja.
Pergaulan bebas yang membuat anak hamil di luar nikah misalnya bisa jadi bukan semata karena anak salah gaul tetapi mungkin juga karena orangtua yang abai pada nilai agama atau kurang pengawasan, begitu juga pada masyarakat yang mulai menipis kepedulian pada sekitar sehingga berpikir yang penting bukan keluarga saya, atau pada guru yang sibuk dengan beban tugas mengajar.
“Anak yang hamil di luar nikah itu kan ada progres awalnya. Bukan ujug-ujug. Bukan perkosaan. Tapi dari intensitas pergaulan yang longgar. Karenanya, ketika kita ingin angkanya bisa diturunkan, preventifnya yang harus ditingkatkan.
Bagaimana anak dididik dengan pemahaman agama yang baik, dengan pendidikan karakter pancasila, termasuk dengan keteladanan dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitarnya,” kata anggota legislatif dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini, dikutip dari TribunJabar. [Ln]