TAK perlu harus punya sayap agar manusia bisa terbang. Tak perlu punya sirip agar manusia bisa berenang. Belajarlah untuk menguasai ‘lawan’.
Jauh sebelum ditemukan pesawat, manusia tentu hanya bisa mengkhayal agar bisa terbang. Terbayanglah nikmatnya berada di atas awan seperti burung elang raksasa.
Kalau manusia bisa terbang, mau kemana pun akan bisa ditempuh dengan mudah. Tanpa bersusah payah berjalan kaki, atau melalui jalan-jalan di darat yang teramat panjang dan melelahkan.
Begitu pun keinginan bisa berada dalam air seperti ikan-ikan di lautan. Kalau saja bisa berenang seperti ikan. Kalau saja bisa bernafas dalam air seperti ikan yang nyaman berlama-lama di perairan.
‘Lawan’ atau sesuatu yang dipotensikan berbahaya ternyata tidak untuk dijauhi. Tapi justru untuk dipelajari agar bisa ditaklukkan untuk kemudian dikendalikan.
Dari situlah manusia menemukan pesawat terbang. Dari situ pula manusia bisa membuat kapal-kapal besar, termasuk juga kapal selam.
Lalu, bagaimana dengan jin dan setan? Bagaimana dengan penjahat atau musuh yang selama ini mengintai?
Ada sebuah pertanyaan sedehana tentang kuda yang pada masa lalu dijadikan kendaraan. Pertanyaannya, apakah kuda mendatangi manusia untuk minta dikendarai?
Sama sekali tidak. Kuda sebetulnya hewan liar. Satu-satunya cara memanfaatkannya adalah dengan menaklukannya. Itulah perjuangan berat manusia di masa lalu tentang memanfaatkan kuda.
Boleh jadi, seperti itu pula dengan jin dan setan. Termasuk juga dengan penjahat yang selalu mengintai, kapan untuk menyerang.
Islam tidak mengajarkan bagaimana bisa membunuh setan. Tapi mengajarkan bagaimana bisa mengendalikan mereka. Di mana kelemahannya, di mana titik lumpuhnya, untuk kemudian kita tidak lagi terjebak dengan tipu dayanya.
Begitu pun dengan para penjahat. Salah satu trik menghindari penjahat adalah dengan siap menghadapi dan melawan kejahatan mereka.
Di situlah Islam mengajarkan tentang jihad. Dari situ pula mungkin para kiyai mengajarkan para santrinya ilmu bela diri dan lainnya.
Pertahanan yang terbaik dari potensi serangan musuh adalah memahami kelemahan musuh. Bukan sekadar menghindari serangannya, apalagi menjauhinya.
Rasanya hal yang sama untuk ponsel dan dunia internet yang mengelilinginya. Kalau di situ ada potensi bahaya yang sangat besar, itulah tantangan untuk bisa mengendalikannya: pelajari dan kuasai. Bukan sekadar menjauhinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang mukmin yang berinteraksi dengan manusia dan bersabar dengan keburukannya lebih baik dari mukmin yang tidak berinteraksi dengan manusia dan tidak sabar dengan keburukannya.” (HR. Abu Daud) [Mh]