PEREMPUAN dimasa Rasulullah juga memiliki peran dalam menyebarkan ilmu hadis. Mereka yang memiliki pengetahuan tentang ilmu agama menyampaikan ilmu itu kepada murid laki-laki dan perempuan.
Mengingat mayoritas pelajar ilmu hadis adalah laki-laki, kita menduga mayoritas pelajar yang diajari oleh ulama perempuan bidang ini adalah laki-laki.
Dalam sebuah riwayat, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Aisyah radhiyallahu ‘anha menjadi tempat bertanya para sahabat. Salah satu muridnya adalah Urwah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu
Muhammad bin Mahmud an-Najjar (w.643H) melaporkan, “Guru-guru (Ibnu an-Najjar) terdiri dari 3 ribu laki-laki dan 400 perempuan.”
Hal ini sudah mencukupi bukti tentang otoritas perempuan dalam melestarikan dan menyebarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca Juga: Perempuan Hebat Itu Berbuat Sesuatu
Peran Perempuan dalam Menyebarkan Ilmu Hadis
View this post on Instagram
Praktek perempuan dalam Islam menuntut ilmu dan kemudian menyebarluaskannya seperti kisah di atas sulit terjadi jika tidak dicontohkan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendakwahkan Islam.
Kitab-kitab hadis banyak mencatat pertanyaan yang diajukan oleh para perempuan. Sebagaimana diketahui dari beberapa perawi hadis, majelis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dihadiri oleh laki-laki juga dihadiri para perempuan.
Mereka meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyisihkan satu hari khusus perempuan untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memang mendorong para sahabat bertanya kepada beliau tentang apa pun yang ingin mereka tanyakan dan kebutuhan apa pun yang berkaitan dengan tugas dan hukum agama.
Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Obat dari kebodohan adalah bertanya.” (HR Abu Dawud)
Allahumma shalli ‘ala Muhammad Wa ‘ala ali Muhammad
Catatan Ustazah Wirianingsih dalam akun instagramnya @wiwirianingsih. [Ln]