NABI Muhammad tidak pernah lelah untuk mengajak kerabatnya untuk masuk ke dalam dakwah Islam. Ini adalah salah satu kesetiaan Rasulullah kepada kaum kerabatnya meskipun beliau sering kali mendapatkan respon yang negatif dari mereka.
Beliau adalah seorang yang memiliki tanggung jawab yang sangat sempurna. Sampai-sampai kaum Quraisy memuji beliau dan menggelar beliau dengan sebutan Ash-Shadiq Al-Amiin (yang jujur lagi sangat di percaya) sebelum beliau diangkat menjadi rasul.
Istri beliau tercinta, Khadijah radhiyallahu ‘anha melukiskan sifat beliau dengan ucapannya:
“Engkau adalah seorang yang suka menyambung tali silaturrahim dan selalu berkata jujur.”
Beliau shallallahu’alaihi wasallam begitu tabah dalam menghadapi segala macam kesulitan.
Baca Juga: Bakti Rasulullah kepada Ibundanya
Kesetiaan Rasulullah kepada Kerabatnya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: “Ketika turun ayat “Dan berilah peringatan kepada karib kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syuara’ 214)
Beliau mengundang pemuka Quraisy. Setelah mereka berkumpul, mulailah beliau memberikan pengarahan secara umum dan khusus. Beliau berkata:
Wahai Bani Abdu Syams, wahai Bani Ka’ab bin Lu`ai, tebuslah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, tebuslah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Abdu Manaf, tebuslah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Hasyim, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani Abdul Muththalib, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Fathimah, tebuslah dirimu dari api Neraka! sedikitpun aku tidak berguna bagimu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala , hanya saja kalian memiliki hubungan kekerabatan yang tetap aku pelihara baik.” (HR. Muslim)
Beliau shalallaahu alaihi wasalam tidak pernah bosan dan jemu mendakwahi Abu Thalib, paman beliau. Berulang kali beliau menawarkan dakwah beliau kepadanya, hingga beliau menemuinya saat menjelang kematiannya, sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat di bawah ini:
Ketika Abu Thalib tengah menghadapi kematian, Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam datang menemuinya, sementara Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umaiyyah ada di dekatnya. Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam berkata kepadanya:
“Wahai pamanku, ucapkanlah “Laa Ilaaha Illallaah!” sebuah kalimat yang akan aku jadikan hujjah untuk membelamu di hadapan Allah!”
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mempengaruhinya dengan ucapan: “Wahai Abu Thalib, apakah engkau tega membenci agama Abdul Muththalib?” mereka berdua terus mempengaruhinya sehingga kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah: “Aku wafat di atas agama Abdul Muththalib!”
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam pun berkata: “Aku akan terus memohonkan ampun bagimu selama hal itu belum dilarang atasku!”
Hingga akhirnya turunlah ayat:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (At-Taubah: 113)
Lalu turun juga ayat:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash: 56)
(Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka).
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam telah berulang kali mendakwahi Abu Thalib semasa hidupnya. Hingga pada saat-saat terakhir menjelang wafatnya. Kemudian beliau iringi dengan permohonan ampunan baginya sebagai bentuk kebaikan dan kasih sayang beliau terhadapnya, hingga turun ayat yang melarang hal itu.
Beliau patuhi dan taati perintah Allah subhanahu wa ta’ala , setelah itu beliau tidak lagi memanjatkan doa bagi orang-orang musyrik meskipun dari kalangan kerabat beliau. Itulah bentuk kasih sayang yang amat agung terhadap umat.
Di lain pihak, itu juga merupakan sikap loyalitas yang tinggi terhadap Dienul Islam serta bara‘ (berlepas diri) dari orang-orang kafir dan musyrik meskipun berasal dari kalangan keluarga dan kaum kerabat. Alangkah indah lantunan syair berikut ini:
Beliau adalah seorang nabi yang diutus kepada kami.
Setelah kami tenggelam dalam keputus-asaan dan kekosongan para rasul.
Sementara berhala-berhala disembah di muka bumi.
Beliau datang sebagai pelita yang menerangi.
Sebagai pembimbing yang bersinar secerah kilatan pedang India.
Beliau memperingatkan kami dari siksa api neraka.
Membawa kabar gembira berupa kenikmatan surga.
Beliau bimbing kami kepada Islam.
Segala puji hanyalah milik Allah subhanahu wa ta’ala semata.
Sumber: Kitab Sehari Di Kediaman Rasulullah shallallahu’alaihi Wasallam, oleh : Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim