Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah menetapkan sebelas kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH). LPPOM menetapkan hal ini dalam HAS 23000 yang berisi kriteria SJH dan persyaratan lain, seperti kebijakan dan prosedur sertifikasi halal.
Baca Juga: Mengenal Sistem Jaminan Produk Halal yang Penting untuk Pelaku Usaha
11 Kriteria Sistem Jaminan Halal, Pelaku Usaha Harus Tahu
Berikut kriteria-kriterianya seperti yang dikutip dari halalmui.org
1. Kebijakan Halal
Kebijakan halal adalah komitmen tertulis untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Kebijakan halal harus ditetapkan dan didiseminasikan kepada pihak yang berkepentingan.
2. Tim Manajemen Halal
Tim manajemen halal adalah sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal di perusahaan. Manajemen puncak harus menetapkan tim manajemen halal dengan disertai bukti tertulis.
Tanggung jawab tim manajemen halal harus diuraikan dengan jelas. Manajemen puncak harus menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh tim manajemen halal.
3. Pelatihan
Pelatihan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) untuk mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan.
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan harus diberikan oleh personel yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal sesuai dengan persyaratan sertifikasi halal.
Pelatihan harus dilaksanakan setidaknya setahun sekali. Hasil pelatihan internal harus dievaluasi untuk memastikan kompetensi peserta pelatihan.
4. Bahan
Bahan ini mencakup:
a) Bahan baku (raw material), yaitu bahan utama untuk menghasilkan produk
b) Bahan tambahan (additive), yaitu bahan tambahan untuk meningkatkan sifat produk
c) Bahan penolong (processing aid), yaitu bahan yang digunakan untuk membantu produksi tetapi tidak menjadi bagian dari komposisi produk (ingredient)
d) Kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk
e) Pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan mungkin kontak langsung dengan bahan dan produk
f) Sanitizer dan bahan pembersih untuk sanitasi fasilitas/peralatan yang menangani bahan dan produk
g) Media validasi hasil pencucian yang kontak langsung dengan produk
Bahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan tidak kritis dan bahan kritis. Bahan tidak kritis adalah bahan yang dicakup dalam Daftar Bahan Positif Halal.
Bahan kritis merupakan bahan di luar daftar bahan tersebut. Bahan kritis harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang cukup.
5. Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi mencakup bangunan, ruangan, mesin dan peralatan utama serta peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk.
-Industri Olahan Pangan, Obat-obatan, Kosmetika
a) Semua pabrik, baik milik sendiri dan disewa dari pihak lain, untuk menghasilkan produk yang didaftarkan dan dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.
b) Produksi halal dapat dilakukan di halal dedicated facility atau sharing facility.
c) Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) yang digunakan untuk menyimpan bahan dari bagian tubuh hewan sembelihan dan produk olahannya, harus halal dedicated.
d) Fasilitas selain yang disebutkan pada point c) di atas dapat bersifat sharing facility. Jika produksi halal dilakukan di sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas bahan babi dan turunannya (pork/porcine free).
e) Untuk sharing facility pada point d) di atas, perusahaan perlu menjamin fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi apabila terdapat bahan turunan hewan (selain babi) untuk produk yang tidak disertifikasi.
Restoran/Katering/Dapur
a) Semua dapur, gudang dan outlet yang digunakan untuk menghasilkan produk, baik milik sendiri atau disewa dari pihak lain, harus didaftarkan.
b) Fasilitas berikut harus bersifat halal dedicated facility:
Outlet restoran.
-Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) di dapur atau di gudang di luar outlet yang digunakan untuk menyimpan daging atau produk olahannya
c) Fasilitas selain yang disebutkan pada point b) di atas dapat bersifat sharing facility. Jika digunakan sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas babi (pork free).
Rumah Potong Hewan (RPH)
a) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal – halal dedicated facility).
b) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu RPH tidak berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan dengan site RPH babi, dan berjarak minimal radius 5 km dari peternakan babi, serta tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan RPH/peternakan babi.
c) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit Penanganan Daging), maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal.
d) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam; (ii) Bukan berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang; (iii) Ukuran disesuaikan dengan leher hewan yang akan dipotong; dan (iv) Tidak diasah di depan hewan yang akan disembelih. Untuk alat penyembelih mekanis, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
6.Produk
Produk yang didaftarkan dapat berupa produk retail, non retail, produk akhir atau produk antara (intermediet). Panduan penamaan produk dapat dilihat di sini.
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram.
Bentuk produk tidak menggunakan bentuk produk, bentuk kemasan atau label yang menggambarkan sifat erotis, vulgar atau porno. Khusus untuk produk retail, jika suatu produk dengan merk/brand tertentu didaftarkan, maka semua varian atau produk lain dengan merk/brand yang sama yang dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.
Baca Juga: Apresiasi Brand-brand Halal, LPPOM MUI Luncurkan Halal Award 2022
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Aktivitas kritis adalah aktivitas yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Secara umum, aktivitas kritis mencakup:
a) Penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi.
b) Formulasi dan pengembangan produk.
c) Pemeriksaan bahan datang.
d) Produksi.
e) Pencucian fasilitas produksi.
f) Penyimpanan bahan dan produk.
g) Transportasi bahan dan produk.
Ruang lingkup aktivitas kritis dapat bervariasi sesuai dengan proses bisnis perusahaan. Prosedur tertulis dapat berupa SOP (Standard Operating Procedure), instruksi kerja atau bentuk panduan kerja yang lain.
Prosedur tertulis ini dapat digabungkan dengan dengan prosedur sistem lain yang diterapkan perusahaan.
8. Kemampuan Telusur
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis yang menjamin ketertelusuran produk yang disertifikasi yang menjamin produk tersebut dapat ditelusuri berasal dari bahan yang disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis menangani produk yang tidak memenuhi kriteria yang menjamin produk yang tidak memenuhi kriteria tidak diproses ulang atau di-downgrade dan harus dimusnahkan atau tidak dijual ke konsumen yang membutuhkan produk halal.
Jika produk sudah terlanjur dijual, produk harus ditarik.
10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal harus dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun.
Jika ditemukan kelemahan (tidak terpenuhinya kriteria) dalam audit internal, maka perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebabnya dan melakukan perbaikan.
Perbaikan harus dilakukan dengan target waktu yang jelas dan harus mampu menyelesaikan kelemahan serta mencegah terulangnya di masa yang akan datang.
11. Kaji Ulang Manejemen
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis kaji ulang manajemen. Kaji ulang manajemen harus dilakukan setidaknya sekali dalam setahun.
Selain audit sesuai kriteria SJH (HAS 23000), LPPOM MUI juga akan memperhatikan aspek keamanan pangan, obat dan kosmetik sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Khusus untuk produk yang akan dipasarkan ke UAE dan akan diklaim halal, auditor akan memeriksa pemenuhan implementasi HACCP ketika audit. [Cms]
Sumber: halalmui.org