KENANGAN dari tepi sungai Aare ditulis oleh Savitry Khairunnisa yang akrab disapa Bunda Icha. Ia adalah WNI yang menetap di Norwegia bersama suami dan anaknya.
Bunda Icha menulis kenangannya saat berkunjung ke Swiss pada Desember 2014.
Selesai menikmati sarapan di hotel, kami bertiga jalan kaki menikmati segarnya udara pagi di ibukota Swiss.
Berlibur dengan membawa anak usia 8 tahun, fokus kami adalah kegiatan yang ringan, menyenangkan, dan kalau bisa banyak melihat hewan (sesuai dengan minat anak kicik).
Maka saat itu, kami mendatangi Bear Park, tak jauh dari jantung kota Bern. Di depannya mengalir sungai Aare yang alirannya sejauh mata memandang.
Sayang di musim dingin para beruang yang menjadi simbol kota Bern itu sedang hibernasi, dan baru akan bangun nanti di musim semi.
Tapi kami masih bisa menonton mereka tidur di Bear Pit melalui banyak kamera di sana. Meski agak kecewa karena nggak bisa melihat beruang bergerak di alam bebas, untungnya masih ada opsi mengunjungi Tierpark/ Bern Animal Park.
Hanya berjalan kaki beberapa kilometer, kita akan bisa melihat berbagai jenis fauna, termasuk satwa tropis. Pengalaman yang menarik dan tak terlupakan.
Baca Juga: Cats of Greece, Surga Kucing di Yunani
Kenangan dari Tepi Sungai Aare
Yang masih teringat jelas adalah, bagaimana kota Bern dialiri oleh sungai Aare yang jernih namun arusnya cukup deras.
Bahkan sekarang pun saya serasa bisa mendengarkan gemuruh aliran sungai yang di kala musim dingin berwarna gelap dan di musim semi berubah jadi turquoise yang berkilau.
Menyusuri sungai terpanjang di Swiss ini memang menenangkan hati dan pikiran. Deretan pepohonan yang menaungi tampak teduh di tepian sungai yang seolah tiada ujung.
Ditambah pula deretan rumah-rumah kayu khas Swiss. Serasa di negeri dongeng. Siapa yang tak akan jatuh cinta.
Sekadar jalan menyusur, duduk-duduk, atau bahkan nyemplung menikmati sejuknya. Kesejukan yang harus disikapi dengan bijak dan waspada. Alam yang indah menyimpan banyak pelajaran untuk kita semua.
Ah, terlalu banyak kesedihan di dunia beberapa waktu belakangan ini.
Kasus penembakan anak-anak tak berdosa, bencana alam di mana-mana, perang yang masih belum usai akibat nafsu manusia, perginya guru bangsa, hilangnya seorang anak muda dengan masa depan yang seharusnya cerah membentang.
Sebagai manusia, sebagai sesama orangtua, hanya bisa turut berempati, berdoa agar orangtua yang kehilangan diberikan kekuatan dan semangat oleh Yang Maha Kuasa.[ind]