JUJUR kepada Allah Subhanahu wa taala dijelaskan oleh K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. Ia menukil surat At-Taubah ayat 119 berikut.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah: 119)
Salah satu pendidikan bulan ramadan yang paling menonjol adalah menanamkam sifat jujur kepada Allah.
Tidak ada seorang pun yang berpuasa berani berbohong kepada Allah dalam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan, dengan makan atau minum secara sembunyi-sembunyi dari penglihatan manusia.
Sekalipun dalam urusan lain mungkin masih banyak yang berbohong.
Jujur kepada Allah berarti selalu berkata benar dalam kesunyian dan keramaian, ikhlas dalam niat dan amal, memenuhi janji, komitmen terhadap janji setia dan kesepakatan, tidak melanggar hukum, dan selalu taat.
Jujur dalam berpuasa berarti menjaga hukum-hukum dan adab-adabnya, melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memanfaatkan waktu-waktu ramadhan dengan banyak dzikir, tilawah al-Quran, ibadah, shalat, berdoa, munajat, dan amal-amal kebaikan lainnya baik yang individual atapun sosial.
Baca Juga: Ciri Mukmin yang Jujur Keimanannya
Jujur kepada Allah
Seharusnya tarbiyah kejujuran selama sebulan ini sudah cukup sukses menjadikan seorang muslim yang berpuasa menjadi orang yang jujur selama ramadan, di luar ramadan dan dalam semua urusan kehidupan.
Fakta berbicara, banyak orang yang telah berkali-kali melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadan tetapi banyak pula yang masih suka berbohong, menipu dan korupsi.
Keadaan ini kadang membuat sebagian orang frustrasi. Berbagai cara sudah dicoba tetapi tidak berhasil menghentikan kebiasaan orang dalam berbohong, menipu dan korupsi.
Mungkin perlu dicoba cara lain dalam memanfaatkan ramadan sebagai penguatan sifat jujur bagi setiap individu dan dalam seluruh aspek kehidupan ini.
Misalnya dengan melakukan mu’ahadah (berjanji) kepada Allah untuk bersikap jujur dalam semua urusan, baik di bulan ramadhan atau pun di bulan-bulan lainnya.
Janji dengan Allah atau tekad perubahan ini dibuat secara tertulis di malam kemuliaan (lailatul qadar) misalnya agar terasa lebih sakral dan mengikat sehingga ada rasa takut untuk melanggarnya.
Karena Allah mengajarkan penulisan atau pencatatan hal penting seperti ini. Firman:
قَا لَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْ فِيْ كِتٰبٍ ۚ لَا يَضِلُّ رَبِّيْ وَلَا يَنْسَى
“Dia (Musa) menjawab, Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa;” (QS. Ta-Ha: 52)
Allah melakukan penulisan dalam buku catatan bukan karena takut lupa -Maha Suci Allah dari sifat lupa- tetapi untuk mengajari umat manusia.
Semoga dengan cara ini, pendidikan ramadan kali ini membuahkan hasil positif yang dampaknya bisa dirasakan bangsa Indonesia yang tengah berjuang membangun karakter bangsa yang mulia dan memberantas segala bentuk kebohongan, ketidakjujuran, penipuan dan korupsi.[ind]
Sumber: Sharia Consulting Center (SCC)