ChanelMuslim.com- Ada kalanya, awal Ramadan di masyarakat jatuh pada tanggal yang berbeda. Sebagian kita ada yang bertanya: mana dong yang benar? Begini kira-kira jawaban ringkasnya.
Dalam Islam ada dua standar penentuan awal Ramadan dan Syawal. Ada yang menentukan dengan metode ru’yah atau melihat awal bulan. Ada yang dengan metode hisab atau perhitungan astronomi.
Dua-duanya memiliki dasar hukum yang sah dan kuat. Jadi, bukan karena mengada-ada atau asal beda. Tapi karena ada dasarnya dalam hukum Islam.
Kenapa bisa beda?
Dalam Islam, perbedaan dalam hukum fikih itu biasa. Dan ini secara positif dipahami sebagai rahmat Allah atau bentuk kasih sayang Allah. Dibolehkan dengan dasar yang ini dan juga dibolehkan dengan dasar yang itu. Tidak saklek.
Metode ru’yah adalah menentukan awal Ramadan atau Syawal dengan dasar melihat hilal atau awal bulan. Biasanya terjadi pada saat matahari terbenam di akhir bulan hijriyah.
Dalilnya antara lain, hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jika kalian melihat hilal, berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalil ini dipegang para sahabat dan jumhur ulama dari generasi ke generasi. Hingga sampai ke zaman kita saat ini.
Biasanya, sejumlah orang ditempatkan di beberapa lokasi yang sangat memungkinkan melihat kemunculan hilal. Bisa juga dengan alat seperti teropong.
Jika ada saksi menyatakan di bawah sumpah bahwa ia melihat hilal, maka bisa disepakati bahwa awal bulan baru sudah datang. Termasuk, Ramadan atau Syawal.
Bagaimana jika mendung atau cuaca tidak memungkinkan, maka hukum memperbolehkan untuk menggenapkan bilangan bulan menjadi genap 30 hari. Hal ini karena maksimal jumlah hari dalam bulan hijriyah adalah 30. Tidak ada tanggal 31 dalam perhitungan hijriyah.
Metode hisab adalah penentuan awal bulan hijriyah melalui perhitungan astronomi. Yaitu, perhitungan gerak bulan, bumi, dan matahari.
Dalilnya antara lain seperti dalam Al-Qur’an, Surah Yunus ayat 5. “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kalian mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar….”
Dengan metode ini, kita bisa menentukan awal bulan hijriyah jauh sebelum waktunya. Bisa diketahui beberapa tahun sebelumnya. Jadi tidak perlu “repot-repot” menunggu dan menyaksikan hilal di akhir bulan.
Namun, cara ru’yah bukan karena urusan “repot-repot”. Tapi karena itu merupakan di antara perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di mana terjadi perbedaannya?
Secara hisab, awal bulan boleh jadi sudah bisa ditentukan ketika derajat ketinggian bulan masih nol koma.
Namun, jika dikaitkan dengan secara ru’yah, bulan atau hilal belum bisa dilihat ketika ketinggiannya masih di bawah 2 derajat. Ada juga yang mengatakan di bawah 5 derajat.
Kalau dalam sebulan, bulan berputar sebanyak 360 derajat. Kira-kira dalam satu hari, putaran bulan sekitar 12 derajat. Jika satu hari ada 24 jam, maka satu jam bulan berputar sekitar setengah derajat.
Dengan kata lain, jika waktu patokan kemunculan bulan sekitar jam 6 sore, maka awal bulan baru bisa dilihat secara ru’yah kalau secara hisab bulan sudah berganti pada sekitar jam 2 siang.
Nah, jika secara hisab bulan bergantinya pada setelah jam 2 siang, misalnya jam 3, 4, dan seterusnya; maka kemungkinan besar pada jam 6 sore bulan baru belum terlihat secara ru’yah. Karena ketinggiannya belum sampai 2 derajat.
Di sinilah kira-kira letak terjadinya perbedaan itu. Jadi, sangat wajar jika ada terjadi perbedaan penentuan awal bulan.
Tidak ada yang salah mengambil salah satu dari dua metode ini. Begitu pun, tidak ada yang lebih utama dari dua metode ini. Silahkan dipilih di antara keduanya karena hal itu dibolehkan secara syariat.
Di beberapa negara muslim, memang ada kewenangan negara untuk menentukan awal bulan ini. Hal ini agar tidak terjadi perbedaan di masyarakat dan persatuan umat Islam bisa terlihat.
Namun, semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Silahkan pilih yang metode ru’yah atau yang hisab. Wallahu a’lam. [Mh]