Memahami Adab Memilih Suami
ISLAM sebagai agama yang sempurna telah menetapkan adab-adab memilih pasangan agar sukses menjadikan pernikahan sebagai pengikat kebahagiaan suami istri di dunia dan di akhirat dan dapat menjaga kelestarian kehidupan manusia di bumi ini dengan aman, tentram dan sejahtera.
Adab memilih calon suami itu sangat penting karena merupakan langkah pertama untuk memulai kehidupan berkeluarga yang bahagia dengan beragama, penuh cinta, saling pengertian dan saling mendukung serta menentukan kesuksesan kepemimpinan dalam berkeluarga.
Adapun adab memilih calon suami adalah hendaknya memilih seorang laki-laki yang memiliki karakter berikut ini:
1. Beragama Islam dan berakhlak mulia.
Memilih calon suami harus dilandasi oleh beragama Islam ( laki-laki yang muslim ) dan berakhlak mulia agar kehidupan berkeluarga diridhai dan diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Selain itu ia bisa menjadi suami yang bisa mengarahkan dan menjaga keshalehan dan ketaatan istri agar bisa menyelamatkan dirinya dan keluarga di dunia dan akhirat, serta bisa menjaga kehormatan istri dan keturunannya. Selain itu ia bisa bermitra dengan istri dalam mensuksekan pendidikan anak-anak.
Karena itu, Rasulullah mengarahkan agar dalam memilih calon suami harus mengutamakan kepada kriteria agama dari pada kecakapan paras dan status sosial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰﻭﺟﻮﻩ ﺇﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻩ ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻓﺴﺎﺩ عريض
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)
Baca Juga: Memahami Adab Memilih Istri
Memahami Adab Memilih Suami
2. Sekufu (sepadan)
Upaya mewujudkan keluarga yang bahagia di dunia dan di akhirat ditentukan oleh adanya kesepadanan suami istri dalam keshalehan dan ketaatan kepada agama.
Kesepadanan suami istri dalam keshalehan dan ketaatan akan mempermudah mereka dalam mewujudkan hubungan suami istri yang harmonis yang selalu menebar kebaikan kepada pasangan sehingga berkeluarga itu menjadi jalan ibadah bagi suami istri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ إِلَّا الْأَكْفَاءَ
“Janganlah kalian menikahkan wanita-wanita (anak-anak kalian) kecuali dengan yang sepadan dengannya.” (HR. Daroquthni)
Maka Allahpun menetapkan jodoh itu dengan yang sepadan seperti wanita yang buruk berjodoh dengan laki-laki yang buruk dan perempuan yabg baik dengan laki-laki yang baik. Allah berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Sekufu dalam memilih calon suami sangat penting untuk diperhatikan agar bisa menjadi istri yang dicintai, tidak disakiti dan dimuliakan suami.
Hasan bin Ali ditanya; dengan siapakah putri saya harus dinikahkan? Ia menjawab:
“Nikahkanlah dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah, jika laki-laki itu mencintai anakmu, ia akan memuliakannya, dan kalau tidak mencintainya, ia tidak menzaliminya.”
3. Memiliki jiwa kepemimpinan
Jiwa kepemimpinan harus dilandasi oleh ketaatan kepada agama dan akhlak mulia agar bisa menjadi suami yang bertanggungjawab mensejahterakan keluarga dan membimbing mereka untuk selalu mentaatati syariat agama dan menjauhi maksiat sehingga mereka bahagia di dunia serta menjadi ahli surga di akhirat dan terbebas dari adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ . (التحريم:٦)
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-tahrim: 6
Jiwa kepemimpinan calon suami yang dilandasi oleh agama dan akhlak mulia akan membuatnya mampu bersikap lembut, sabar, berlapang dada dan mudah memaafkan jauh dari kekerasan dan penganiayaan.
4. Berpenghasilan
Calon suami harus berpenghasilan agar bisa mandiri dalam membangun keluarga dan dapat menafkahi istri dan anak-anak sehingga tidak bergantung dan tidak merepotkan orang tuanya atau mertuanya. Allah berfirman:
لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا .(الطَّلَاقِ: ٧)
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (At-Thalak: 7)
Rasulullah memberikan motivasi kepada umatnya agar rajin bekerja dan berpenghasilan sendiri seperti berikut:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. (رواه الخارى)
“Tidaklah seseorang itu memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)”. (HR. Bukhari)
مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ. (رواه الطبرانى)
“Barangsiapa yang di waktu sore merasa lelah oleh pekerjaan kedua tangannya maka diampuni dosa baginya”. (HR. Thabrani)
مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ. ( رواه ابن ماجه)
“Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya sendiri dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah)
Catatan Ustazah Dr. Aan Rohanah Lc., M.Ag di akun Instagramnya @aanrohanah_16.
[Ln]