HATI dalam artian sanubari, merupakan bagian terpenting dalam diri manusia. Ia menjadi poros dan sentral dari seluruh perilaku manusia. Ia bagaikan raja yang menggerakkan seluruh punggawanya.
Dari hati, seluruh anggota badan lainnya mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim).
Di hati inilah, dua potensi keinginan akan saling bertolak belakang dan di sana pula dua kutub yang saling bertentangan berada.
Dua potensi itu mengajak kepada kebaikan atau kejahatan, ketaatan atau kemaksiatan, kecintaan atau kedengkian.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Oleh karena itu, hati disebut qalbun dalam bahasa Arab, karena litaqallubihi (cepat berubahnya) dari satu kondisi ke dalam kondisi lain.
Semua itu tergantung nutrisi yang diserap oleh hati. Semakin baik asupan yang diberikan kepada hati, semakin baik pula hati mengontrol dan mengarahkan anggota tubuhnya.
Inilah yang disebut dengan proses tazkiyah nafs (penyucian jiwa). Sebaliknya, apabila seseorang tidak mampu memberikan asupan terbaik bagi hatinya, maka hati akan dipenuhi dengan berbagai penyakit. Sehingga, perilaku yang dilahirkan adalah kehinaan.
Baca juga: Kultum Ramadan Hari Kelima, Berpuasa Mata
Kultum Ramadan Hari Keenam, Puasa dan Kesehatan Hati
Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam surat Asy-Syams:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengtorinya.”
Oleh karena itu, sebagian ulama membagi hati manusia menjadi 3 bagian, yaitu qalbun salim (hati yang sehat), qalbun mayyit (hati yang mati), dan qalbun maridh (hati yang sakit).
Ketiga kategori ini sangat tergantung kepada proses asupan yang diterima oleh hati. Apabila hati selalu mendapatkan asupan yang baik, maka jiwa yang terdapat di dalamnya akan mampu mendorong anggota tubuh kepada kebaikan. Begitu pula sebaliknya.
Di bulan puasa ini, kita dilatih untuk mampu melakukan proses tazkiyah nafs, menjaga hati dengan memberikan asupan nutrisi yang terbaik, dan menjaganya dari berbagai penyakit yang merusaknya.
Itu ditempuh dengan melakukan berbagai ibadah seperti puasa, shalat malam, baca Al-Qur’an, mendengarkan tausiyah, serta menjauhkan hati dari berbagai penyakit seperti riya’, sombong, kikir, dan lainnya.
Semua itu diharapkan membuat hati menjadi sehat. Karena dengan hati yang sehat, jiwa akan selalu memberikan potensi yang baik dan bergerak kepada hal-hal yang positif.
Hati yang penuh dengan cahaya keimanan akan cenderung membuat seseorang untuk memberi manfaat kepada sesama dan menjauhkannya dari perbuatan yang merugikan sesama.
Inilah yang disebut Allah dalam kalamnya:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS.Asy-Syams:9).
Sumber: Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun – Dr. Hasan El Qudsy
[Sdz]