ChanelMuslim.com- Cukup bangga rasanya jadi istri relawan kemanusiaan. Meski tidak ikut pergi-pergi ke daerah bencana, setidaknya bisa dapat cerita dari orang pertama. Tentang dalam negeri, maupun luar.
Rasa itu kerap terngiang dalam benak Bu Ratna. Ibu yang belum dikaruniai anak ini setia mendampingi suami yang bekerja sebagai relawan kemanusiaan. Baru saja suaminya pulang dari Turki.
Suaminya cerita kalau ia mengunjungi perbatasan Turki-Suriah. Di situ terdapat kamp pengungsi yang menampung ratusan ribu orang. Umumnya para janda dan yatim, korban perang.
“Kalau ada kesempatan, kapan-kapan kita kesana ya, Mi,” ucap suaminya yang disambut anggukan Bu Ratna.
Namun, ada hal aneh yang kali ini ditangkap Bu Ratna dari suaminya. Sepulang dari tugas itu, suaminya suka senyum-senyum sendiri.
“Kenapa, nih orang?” ujar Bu Ratna membatin. Mau ia tanyakan, tapi rasanya akan diceritakan juga.
“Biasanya, kalau suami suka senyum-senyum sendiri, itu tandanya dia lagi suka sama seseorang,” ujar teman Bu Ratna suatu kali.
“Ah, ngaco!” sergah Bu Ratna menimpali temannya.
Bu Ratna pun mengubur kecurigaan yang tak mendasar itu. Dan berlalulah rasa curiganya tentang senyum-senyum suaminya.
Suatu malam di kamarnya, Bu Ratna mendengar suara orang bersuara pelan, “Zainab…, Zainab….”
Sontak ia pun terduduk. Bu Ratna mencari-cari sumber suara itu. Dan ternyata, itu suara dari mulut suaminya yang masih pulas.
“Masku ngigau? Lalu, siapa Zainab?” bisik Bu Ratna masih tetap memperhatikan wajah suaminya yang masih dengan mata terpejam.
Esoknya, Bu Ratna ingin sekali menanyakan tentang ngigau suaminya. Terutama, tentang nama Zainab itu. Tapi, ia ragu. Khawatir kalau suaminya tersinggung.
Penasaran Bu Ratna belum terjawab. Ia pun membuka website lembaga tempat suami bekerja. Ia periksa satu per satu nama-nama relawan dan pengurus di lembaga itu. Apa ada yang bernama Zainab.
Tapi, sejauh yang ia temukan, tak satu pun yang bernama Zainab. Padahal, tempat aktif suaminya cuma di dua tempat. Di tempatnya bekerja, dan lokasi bencana. Tak ada tempat lain.
“Apa Zainab itu nama gadis atau janda Suriah?” suara batin Bu Ratna tiba-tiba menggiringnya ke alam gusar. Gelisah, dan was-was.
Beberapa hari setelah kejadian itu, suami Bu Ratna ngajaknya bicara. “Mi, aku mau bicara,” ucap suaminya. Jantung Bu Ratna tiba-tiba berdetak kencang. “Waduh, dia mau ngomong apa ya?” suara batin Bu Ratna kian membuatnya gusar.
“Mi, pekan depan aku mau berangkat lagi ke Turki,” ucap suami Bu Ratna.
“Ke tempat pengungsian Suriah lagi?” sergah Bu Ratna memastikan.
“Iya. Sekalian aku mau menemui seseorang,” jawab suami Bu Ratna tiba-tiba.
“Siapa, Mas?” tanya Bu Ratna lagi.
“Special deh, nanti mas ceritain sepulang dari sana. Kamu siap-siap lahir dan batin ya,” ujar suaminya yang dirasakan seperti petir di siang bolong.
“Maksud, Mas?” tanya Bu Ratna lagi beberapa saat kemudian. Ia berusaha menguatkan diri.
“Insya Allah, akan ada orang ketiga di antara kita berdua,” ucap suami Bu Ratna tandas.
Malam itu, Bu Ratna tak bisa tidur. Pikirannya kalut, melayang-layang tak tentu arah. Bayang-bayang hari pernikahannya yang sudah berlangsung hampir sepuluh tahun lalu pun tergambar jelas. Tapi, selama itu, ia belum mampu memberikan suaminya keturunan.
Bu Ratna pernah mendengar bahasan di antara sebab suami ingin poligami. Salah satunya, bolehnya poligami karena ingin mendapatkan keturunan.
“Ya Allah, rasanya aku belum siap menerima itu,” suara Bu Ratna dalam hati.
Tak kuat dengan konflik batin itu, esoknya, Bu Ratna kabur ke rumah orang tuanya. Dengan tangis sejadi-jadinya, ia curahkan semua kegundahannya ke ayah ibunya.
Beberapa hari kemudian, suami Bu Ratna pun menjemput. Tapi, Bu Ratna tak mau menemui suaminya.
“Bapak mau bicara sama kamu, Nak,” ucap ayah Bu Ratna ke suami Bu Ratna. “Apa benar kamu mau kawin lagi?” lanjutnya dengan tenang.
“Kawin lagi? Kata siapa ya, Pak?” jawab suami Bu Ratna dengan nada balik bertanya. Ia tampak seperti tak mengerti yang dimaksud ayah Bu Ratna.
“Kata Ratna kamu mau kawin lagi dengan wanita Suriah yang bernama Zainab,” jelas ayah Bu Ratna gamblang.
“Oooh itu rupanya. Masya Allah,” suara suami Bu Ratna seperti mendengar kabar jenaka. Ia pun agak menahan tawa.
“Sebenarnya, saya bermaksud mau ngasih kejutan ke Ratna. Waktu di kamp pengungsi, saya tertarik untuk mengadopsi seorang balita yatim warga Suriah bernama Zainab. Anaknya shalehah, dengan usia segitu, dia sudah hafal sepuluh juz Al-Qur’an,” ungkap suami Bu Ratna yang disambut ceria Bu Ratna dari balik pintu kamar ibunya. [Mh]