BOLEHKAH istri yang berpenghasilan berzakat kepada suaminya yang miskin? Ada sebuah pertanyaan yang diajukan kepada Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Saya seorang istri yang punya penghasilan sendiri, sementara suami saya miskin, apakah boleh saya berzakat untuk suami saya sendiri?
Baca Juga: 4 Hal Penting dalam Penguatan Zakat Menurut Pimpinan BAZNAS RI
Suami Miskin, Bolehkah Istri yang Berpenghasilan Berzakat kepada Suaminya?
Ustaz Farid Nu`man Hasan menjawab bahwa dalam kehidupan rumah tangga, tidak mustahil seorang istri lebih mandiri ekonominya dibanding suaminya.
Istri punya tabungan dan kekayaannya sendiri, baik pemberian dari orangtuanya atau memang dari usahanya sendiri, sementara suami pas-pasan.
Dalam keadaan begini, apakah boleh istri berzakat untuk suaminya sendiri?
Zainab Radhiallahu ‘Anha, seorang shahabiyah yang bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas’ud Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu. Zainab bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي، وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي؟
“Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?”
Rasulullah ﷺ menjawab:
نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Ya, bagi dia (istri) dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari no. 1466)
Maksud sedekah dalam hadits ini adalah zakat. Imam Al Bukhari Rahimahullah memasukan hadits ini dalam Bab:
بَابُ الزَّكَاةِ عَلَى الزَّوْجِ وَالأَيْتَامِ فِي الحَجْرِ
Bab zakat untuk suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan.
Pelajaran dalam hadits ini adalah bolehnya seorang istri berzakat untuk suaminya yang fakir, ini disebabkan istri tidak berkewajiban menafkahi suami alias bukan tanggungannya. Berbeda dengan posisi suami yang wajib menafkahi istri, maka suami tidak boleh menyalurkan zakatnya sendiri untuk istrinya, sebab memang sudah kesehariannya dan kewajiban suami menafkahi istri.
Pelajaran lainnya bahwa wanita (istri) juga memiliki dan berkuasa penuh atas harta yang dimiliki karena usahanya sendiri, dan boleh bersedekah hartanya sendiri tanpa izin suaminya, ada pun yang seizin suami adalah harta bersama atau harta suaminya. Pelajaran lainnya adalah ketika suami sedang susah ekonomi padahal sudah berusaha hendaknya dibantu oleh istri, bukan malah minta cerai.
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan:
واستدل بهذا الحديث على جواز دفع المرأة زكاتها إلى زوجها، وهو قول الشافعي والثوري وصاحبي أبي حنيفة وإحدى الروايتين عن مالك وعن أحمد
“Hadits ini dijadikan dalil bolehnya seorang istri menyalurkan zakatnya kepada suaminya sendiri. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i, Ats Tsauri, dua sahabat Imam Abu Hanifah (yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan), dan salah satu riwayat dari Imam Malik, dan Imam Ahmad.”
(Fathul Bari, 3/329)
Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah, bahwasanya telah ijma’ suami tidaklah menyalurkan zakatnya sendiri untuk istrinya.
Tapi para ulama berbeda pendapat tentang istri yang menyalurkan zakat kepada suaminya, para ulama ada yang membolehkan seperti Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Asy Syafi’i, Abu Tsaur, dan Asyhab. Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengatakan tidak boleh. (Syarh Shahih Al Bukhari, 3/492)
Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan tentang alasan pihak yang membolehkan, selain alasan hadits Zainab di atas:
وقالوا: جائز أن تعطيه من الزكاة، لأنه داخل فى جملة الفقراء الذين تحل لهم الصدقة، وأيضًا فإن كل من لا يلزم الإنسان نفقته فجائز أن يضع فيه الزكاة، والمرأة لا يلزمها النفقة على زوجها، ولا على بنيه
“Mereka mengatakan; boleh seorang istri berzakat untuk suaminya karena suaminya masuk dalam cakupan para fuqara (orang-orang fakir) yang dihalalkan bagi mereka menerima zakat, dan juga karena setiap orang yang tidak dalam kewajiban nafkahnya maka dia berhak mendapatkan zakat, maka boleh suaminya diberikan zakatnya istri karena istri tidak wajib menafkahi suaminya dan istri tidak wajib pula nafkah kepada anaknya.” (Ibid)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ كَانَتْ الزَّوْجَةُ ذَاتَ مَالٍ فَلَهَا صَرْفُ زَكَاتِهَا إلَى الزَّوْجِ إذَا كَانَ بِصِفَةِ الِاسْتِحْقَاقِ سَوَاءٌ صُرِفَتْ مِنْ سَهْمِ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ أَوْ نَحْوِهِمْ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهَا نَفَقَتُهُ فَهُوَ كَالْأَجْنَبِيِّ وَكَالْأَخِ وَغَيْرِهِ مِنْ الْأَقَارِبِ الَّذِينَ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُمْ وَدَفْعُهَا إلَى الزَّوْجِ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجْنَبِيِّ
“Para sahabat kami (Syafi’iyyah) mengatakan jika seorang istri memiliki harta, lalu dia menyalurkan zakatnya kepada suaminya jika memang dia termasuk mustahiq, baik dia termasuk orang faqir atau miskin atau semisalnya, karena seorang istri tidak wajib menafkahi suaminya, dalam hal ini posisi suami sama seperti ajnabi (orang lain), saudara, atau kerabat lainnya yang tidak wajib menafkahi mereka, maka membayar zakat untuk suami lebih utama dibanding kepada orang lain.”
(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/192)
Kesimpulan:
– Boleh seorang istri berzakat untuk suaminya yang fakir dan miskin, dan ini mendapatkan dua nilai pahala: zakat dan silaturrahim. Ini pendapat yang begitu kuat dalilnya dan diikuti banyak ulama.
– Namun, sebagian ulama ada yang menyatakan tidak boleh seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik Rahimahumallah.
Demikian. Wallahu A’lam.
[ind/Cms]