Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com-Ustaz, tanya dong, saya habis lihat video kajian, ustaznya dan penanyanya nyinyir dengan gerakan “ganti presiden”, katanya tidak penting, itu urusan dunia, salaf itu ngaji saja, dan seterusnya, memang benar pemahaman salaf seperti itu?
Jawaban:
Bismillahirrahmanirrahim ..
Masalah kepemimpinan dan kekuasaan itu sangat penting, sebagaimana ditunjukkan sejumlah dalil dan perkataan para ulama salaf dan khalaf.
Kita menyayangkan sikap “sekuler hijau” yaitu berat agama tapi lupa urusan dunia. Sebagaimana kita juga tidak menerima “sekuler merah” orang yang berat dengan dunia tapi lupa akhirat. Islam tidak mengenal ketidakseimbangan seperti itu.
Dalam Alquran, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mentaati Allah, Rasul-Nya, dan Ulil Amri. (QS. An Nisa: 59), ini sudah menunjukkan kedudukan pentingnya seorang pemimpin.
Dalam hadits, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إذا كان ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika ada tiga orang melakukan perjalanan maka angkatlah salah seorang mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Daud No. 2608, Shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 763)
Jika sekadar jalan-jalan saja penting adanya pemimpin, apalagi kehidupan yang lebih luas?
Diriwayatkan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
السلطان ظل الله في الأرض
Pemimpin adalah naungan Allah di muka bumi.
(Dihasankan oleh As Sakhawiy dalam Al Maqashid Al Hasanah)
Begitu pula hadits-hadits tentang pemimpin yang adil, dampak buruk pemimpin yang zalim, dan semisalnya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ:الإِمَامُ العَادِلُ ….
Ada tujuh manusia yang akan Allah naungi dalam naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu: pemimpin yang adil … (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Ada tiga manusia yang doanya tidak ditolak, yaitu pemimpin yang adil, orang berpuasa sampai dia berbuka, dan doa orang teraniaya. (HR. Ahmad No. 8043. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 8043)
Para sahabat pun begitu perhatian dengan masalah kepemimpinan.
Di antaranya, kita perhatikan perkataan ‘Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu berikut:
يزع الله بالسلطان أكثر مما يزع بالقرآن
Allah menghilangkan kemungkaran melalui penguasa lebih banyak dibanding melalui Alquran. (Hikam wa Aqwaal Ash Shahabah)
Dalam keterangan lain, ‘Utsman Radhiallahu ‘Anhu juga berkata:
إنَّ اللَّهَ لَيَزَعُ بِالسُّلْطَانِ مَا لَا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ
Sesungguhnya, Allah akan benar-benar menghilangkan kemungkaran melalui tangan penguasa, yang tidak bisa dihilangkan oleh Alquran. (Al Hisbah, Hal. 326)
Kita lihat, bisa jadi tanda tangan penguasa daerah untuk melarang miras/khamr melalui perda yang disahkannya lebih efektif dibanding ribuan khutbah para khatib tentang miras, sebab belum tentu pemabuknya juga ikut shalat Jumat. Penguasa bisa memaksa bagi yang melanggar, sementara para khatib dibatasi oleh: fadzakkir innama anta mudzakkir lasta ‘alaihim bimushaithir, berilah peringatan, tugasmu adalah hanya memberikan peringatan, kamu tidak ada kekuasaan/memaksa mereka.
Oleh karena itu, betapa pentingnya pemimpin yang shalih dan berani, yang takut kepada Allah dan wajahnya sering terbasuh wudhu, juga membimbing, mengurus, dan menjadi contoh bagi rakyatnya.
Bahkan ini salah satu kewajiban besar dalam agama, perhatikan penjelasan brilian dari salah satu ulama Islam berikut ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menjelaskan dengan begitu apik:
يجب أن يعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين بل لا قيام للدين ولا للدنيا إلا بها . فإن بني آدم لا تتم مصلحتهم إلا بالاجتماع لحاجة بعضهم إلى بعض ، ولا بد لهم عند الاجتماع من رأس حتى قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمّر
وا أحدهم » . رواه أبو داود ، من حديث أبي سعيد ، وأبي هريرة .
وروى الإمام أحمد في المسند عن عبد الله بن عمرو ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « لا يحل لثلاثة يكونون بفلاة من الأرض إلا أمروا عليهم أحدهم » . فأوجب صلى الله عليه وسلم تأمير الواحد في الاجتماع القليل العارض في السفر ، تنبيها بذلك على سائر أنواع الاجتماع . ولأن الله تعالى أوجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ، ولا يتم ذلك إلا بقوة وإمارة . وكذلك سائر ما أوجبه من الجهاد والعدل وإقامة الحج والجمع والأعياد ونصر المظلوم . وإقامة الحدود لا تتم إلا بالقوة والإمارة ؛ ولهذا روي : « إن السلطان ظل الله في الأرض » ويقال ” ستون سنة من إمام جائر أصلح من ليلة واحدة بلا سلطان ” . والتجربة تبين ذلك . ولهذا كان السلف – كالفضيل بن عياض وأحمد بن حنبل وغيرهما- يقولون : لو كان لنا دعوة مجابة لدعونا بها للسلطان
“Wajib diketahui, bahwa kekuasaan kepemimpinan yang mengurus urusan manusia termasuk KEWAJIBAN AGAMA YANG PALING BESAR, bahkan agama dan dunia tidaklah tegak kecuali dengannya. Segala kemaslahatan manusia tidaklah sempurna kecuali dengan memadukan antara keduanya (agama dan kekuasaan), di mana satu sama lain saling menguatkan. Dalam perkumpulan seperti inilah diwajibkan adanya kepemimpinan, sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Jika tiga orang keluar bepergian maka hendaknya salah seorang mereka menjadi pemimpinnya.” Diriwayatkan Abu Daud dari Abu Said dan Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amru, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak halal bagi tiga orang yang berada di sebuah tempat di muka bumi ini melainkan mereka menunjuk seorang pemimpin di antara mereka.”
Rasulullah mewajibkan seseorang memimpin sebuah perkumpulan kecil dalam perjalanan, demikian itu menunjukkan juga berlaku atas berbagai perkumpulan lainnya. Karena Allah Ta’ala memerintahkan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan yang demikian itu tidaklah sempurna melainkan dengan kekuatan dan kepemimpinan.
Demikian juga kewajiban Allah lainnya seperti jihad, menegakkan keadilan, haji, shalat Jumat hari raya, menolong orang tertindas, dan menegakkan hudud. Semua ini tidaklah sempurna kecuali dengan kekuatan dan imarah (kepemimpinan). Oleh karena itu diriwayatkan: “Sesungguhnya sultan adalah naungan Allah di muka bumi.”
Juga dikatakan: “Enam puluh tahun bersama pemimpin zalim masih lebih baik dibanding semalam saja tanpa pemimpin.” Pengalaman membuktikan hal itu. Oleh karena itu, para salaf – seperti Al Fudhail bin ‘Iyadh dan Ahmad bin Hambal serta yang lain- mengatakan: “Seandainya kami memiliki doa yang mustajab, niscaya akan kami doakan pemimpin.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, As Siyasah Asy Syar’iyyah, Hal. 169. Mawqi’ Al Islam)
Ucapan Imam Ibnu Taimiyah ini membantah telak perkataan pihak yang mengatakan kepemimpinan itu urusan dunia yang tidak penting. Aktif di majelis ta’lim bukan berarti tidak peduli dengan urusan keumatan, dan jelas itu bukan jalan salaf.
Kemudian…
Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:
فإن الدنيا مزرعة الآخرة، ولا يتم الدين إلا بالدنيا. والملك والدين توأمان؛ فالدين أصل والسلطان حارس، وما لا أصل له فمهدوم، وما لا حارس له فضائع، ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان
“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.”
(Ihya ‘Ulumuddin, 1/17. Mawqi’ Al Warraq)
Demikian. Saya kira ini sudah cukup mengoreksi. Benar bahwa masalah ini bukan masalah aqidah tapi bukan berarti dengan seenaknya dikatakan tidak penting dan meremehkannya, apalagi hanya karena isu-isu yang ada berasal dari kalangan gerakan Islam yang memang tidak disukainya sehingga pertimbangannya bukan lagi ilmu, tapi like and dislike semata.
Wallahu A’lam
(ind)