ChanelMuslim.com – Memasuki bulan Rajab artinya sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadan. Puasa merupakan kewajiban setiap Muslim. Ibadah ini tidak boleh ditinggalkan, namun Allah memberikan keringanan dengan membolehkan tidak berpuasa pada saat Ramadan bagi orang yang memiliki uzur yang dibolehkan menurut syariat, di antaranya: sakit, haid, nifas, dan bepergian. Ketika mengalami hal ini, puasa Ramadan boleh tidak dikerjakan.
Tetapi, bagaimana jika memiliki utang puasa, tetapi belum menggantinya hingga datang Ramadan berikutnya?
Sahabat Muslim, ada konsekuensi yang harus ditanggung apabila menunda pelaksanaan mengganti puasa. Selain berpuasa pengganti, dia juga terkena kewajiban membayar fidyah sebagai denda.
Dalam hal ini, terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
Pertama, jika keadaan tersebut tidak memungkinkan untuk segera mengganti puasanya pada Ramadan yang lalu hingga datang Ramadhan berikutnya. Misal, karena alasan sakit.
Dalam kondisi ini, apabila seorang muslim tersebut meninggalkan kewajiban puasa dan menunda qadha puasanya karena ketidakmampuannya, maka wajib baginya untuk meng-qadha hari-hari yang ditinggalkannya itu saat dia telah memiliki kemampuan untuk meng-qadhanya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah: 185)
Apabila ketidakmampuan untuk melaksanakan puasa bersifat permanen, ia tidak bisa hilang (sembuh) karena dikhawatirkan bahwa puasanya itu akan membahayakan dirinya, maka baginya harus memberi makan orang miskin sebanyak hari yang ditinggalkannya itu sebanyak setengah sha’ (sekitar 1,5 kg) Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Qs. Al-Baqarah: 184)
Kedua, jika dengan sengaja mengulur-ulur waktu untuk mengganti utang puasanya hingga datang Ramadan berikutnya.
Keterangan Syeikh An Nawawi menjelaskan sebab penundaan qadha yaitu sakit, lupa, atau memang disengaja.
Apabila alasan disengaja menunda qadha, maka orang yang bersangkutan wajib menjalankan puasa qadha sekaligus membayar fidiah besarnya 1 mud untuk sehari puasa yang ditinggalkan.
Ukuran satu mud setara dengan 543 gram bahan makanan pokok menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Mazhab Hanafi menyamakan satu mud dengan 815,39 gram bahan pangan pokok.
Dalam hal ini juga, ia harus bertaubat kepada Allah ta’ala karena kelalaiannya atas suatu ketetapan Allah. Selain itu, dia juga harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Karena menunda-nunda pelaksanaan qadha tanpa ada udzur syar’i adalah suatu maksiat, maka bertaubat kepada Allah merupakan suatu kewajiban. Kemudian, segera meng-qadha puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…” (Qs. Ali ‘Imran: 133)
Ketiga, jika seorang muslim itu tidak mengetahui kewajiban melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan karena minimnya ilmu agama. Namun sudah balig maka kewajiban untuk mengganti puasa sejumlah hari yang ditinggalkannya.
Adapun apabila seseorang itu ragu akan jumlah hari yang ditinggalkannya, maka dia dapat memperkirakannya, karena Allah ta’ala tidak membebani seseorang di luar kesanggupannya. Allah berfirman yang artinya,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Dan firman Allah yang artinya,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghaabun: 16)
Sahabat Muslim, semoga kita terhindar dari hal-hal yang melalaikan dalam menjalankan ibadah kepada Allah set dan semoga dumudahkan dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadan yang akan datang.[ind/Walidah]