BAGAIMANA hukum mengambil kembali pemberian, sedekah, atau wakaf yang sudah diberikan ke orang lain? Salah satu alasan diambilnya adalah karena ada penyalahgunaan penggunaan.
Ustaz Farid Nu’man Hasan pun menjelaskan bahwa harta yang sudah kita hibahkan, sedekah, waqaf, dan semisalnya, tidak boleh diambil lagi.
Adapun penyalahgunaan yang mereka lakukan, atau kurang dirawat dengan baik, sudah bukan tanggung jawab si pemberinya. Itu tanggung jawab yang menerima.
Baca Juga: Bolehkah Infak dari Pelayat Disedekahkan?
Hukum Mengambil Kembali Pemberian atau Sedekah yang Sudah diberikan ke orang lain
Hal ini berdasarkan riwayat berikut, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوءِ
“Orang yang mengambil kembali pemberiannya, bagaikan anjing yang menjilat muntahnya sendiri, kami tidak memiliki sebuah perumpamaan yang buruk semisal ini.” (HR. Al Bukhari No. 2589, 6975, Muslim No. 1622)
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata:
ولعل هذا أبلغ في الزجر عن ذلك وأدل على التحريم
Dan bisa jadi ini peringatan yang paling keras tentang masalah ini, dan menunjukkan keharamannya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/435)
Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Berkata Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
فيه دلالة على تحريم الرجوع في الهبة وهو مذهب جماهير العلماء
Pada hadits ini terdapat dalil keharaman mengambil lagi pemberian. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Subulus Salam, 3/90)
Demikianlah secara umum, namun ada pengecualian, yaitu dibolehkan mengambil kembali pemberian jika pemberian orang tua ke anaknya. Misal anak diberikan HP, tapi HP itu membuatnya lupa shalat dan belajar, maka tidak apa-apa diambil lagi sebagai hukuman dan pendidikan bagi anak.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده
Tidak halal bagi seseorang memberi suatu pemberian lalu dia ambil kembali, kecuali orangtua, dia boleh mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada anaknya”. (HR. At Tirmidzi No. 1298. Hadits ini shahih)
Imam At Tirmidzi Rahimahullah berkomentar:
والعلم على هذا الحديث عند بعض أهل العلم من بعض أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم وغيرهم قالوا من وهب هبة لذي رحم محرم فليس له أن يرجع فيها ومن وهب هبة لغير ذي رحم محرم فله أن يرجع فيها ما لم يثب منها وهو قول الثوري وقال الشافعي لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده واحتج الشافعي بحديث عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده
Sebagian ulama dari sahabat nabi dan yang lainnya mempraktikkan hadits ini. Mereka berkata, “Seseorang yang memberi suatu pemberian kepada kerabat mahramnya (orang yang haram menikah dengannya), dia boleh mengambil kembali pemberian tersebut, sementara orang yang memberi suatu pemberian kepada orang lain yang bukan mahramnya, maka dia tidak boleh mengambil kembali pemberian tersebut.
Demikian ini juga pendapat Ats-Tsauri. Asy Syafi’i berkata, “Tidak halal bagi seseorang yang memberi suatu pemberian. lalu mengambilnya kembali. kecuali orangtua, dia boleh mengambil apa yang telah diberikan kepada anaknya.”
Asy Syafi’i berdalih dengan hadits Abdullah bin Umar, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda: “Tidak halal bagi seseorang memberikan snatu pemberian lalu mengambilnya kembali, kecuali orangtua”. Dia boleh mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada anaknya. (Sunan At Tirmidzi No. 1299)
Wallahu A’lam.[ind/Cms]