ChanelMuslim.com – Assalamualaikum. Ustadz, mohon dijelaskan hukum azl utk menunda kehamilan (KB alami)
Saya mendapatkan hadits berikut, apakah shahih ustadz?
“Kemudian mereka bertanya tentang ‘azl (melakukan orgasme di luar Liang ovum untuk mencegah kehamilan). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Itu sama dengan perbuatan mengubur anak secara tersembunyi, dan kelak anak perempuan yang dikubur hidup-hidup akan ditanya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abu Abdur Rahman Al-Muqri, dari Abdullah ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Ayyub. Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, dari Yahya ibnu Ayyub. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula dan juga Abu Dawud, At-Tirmidzi, danNasai melalui hadits Malik ibnu Anas; ketiga-tiganya dari Abul Aswad dengan sanad yang sama.
Baca Juga: Kolaborasi Seru Hiasi Hari Pertama Jakarta Fashion Week 2022
Hukum KB dengan Cara Azl
KB dengan Cara Azl dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..
‘Azl (coitus interuptus) ada dua keadaan:
1. Tanpa Izin Istri
Jenis ini terlarang, sebab istri berhak menikmati jima’ dan mendapatkan apa-apa yang suaminya dapatkan. Jika istri mengizinkan, boleh.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
ولأن لها في الولد حقا، وعليها في العزل ضرر فلم يجز إلا بإذنها
Istri punya hak untuk memiliki anak, dan ‘azl itu dapat membahayakannya maka tidak boleh ‘azl kecuali izinnya.
(Al Mughni, 8/133)
Yang dimaksud berbahaya bagi istri adalah tertekan dan kekesalan yang dialami istri.
Kemudian, Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
ويستحب أن يلاعب امرأته قبل الجماع؛ لتنهض شهوتها، فتنال من لذة الجماع مثل ما ناله… فإن فرغ قبلها كره له النزع حتى تفرغ؛ لما روى أنس بن مالك، قال: قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ: «إذا جامع الرجل أهله فليصدقها، ثم إذا قضى حاجته، فلا يعجلها حتى تقضي حاجتها» ولأن في ذلك ضررا عليها، ومنعا لها من قضاء شهوتها.
Dianjurkan seorang suami bercumbu rayu dengan istrinya sebelum melakukan jima’, agar muncul syahwatnya, dan dia mendapatkan kenikmatan juga sebagaimana yang suaminya dapatkan.
Maka, jika suaminya berhenti sebelum istrinya orgasme maka itu MAKRUH, sampai si istri selesai mendapatkan apa yang diinginkannya.
Hal ini berdasarkan riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
Jika seorang laki-laki menjima’ istrinya hendaknya dia menjima’nya dengan baik, lalu jika dia sudah selesai hajatnya (orgasme), maka janganlah terburu-buru sampai istrinya juga mendapatkannya.
Sebab yang demikian itu (tergesa-gesa) membawa bahaya bagi istri, dan membuat syahwatnya belum tuntas.
(Al Mughni, 7/300)
Bahkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan HARAM, bukan makruh.
Kata Beliau:
والصحيح أنه يحرم أن ينزع قبل أن تنزل هي؛ وذلك لأنه يفوت عليها كمال اللذة، ويحرمها من كمال الاستمتاع، وربما يحصل عليها ضررٌ من كون الماء متهيئأً للخروج، ثم لا يخرج إذا انقضى الجماع.
Yang benar adalah itu di-HARAM-kan, suami mencabut kemaluannya sebelum istri inzal (orgasme), sebab yang demikian itu membuat kenikmatan untuk istri menjadi hilang, dan dia pun tidak mendapatkan kesempurnaan menikmati hubungan tersebut, bahkan bisa jadi itu membahayakannya sebab air menjadi tertahan keluarnya, lalu tidak jadi keluar karena jima’nya sudah selesai.
(Syarhul Mumti’, 12/417)
2. Jika dengan Izin Istri
‘Azl, jika dilakukan atas persetujuan istri, baik karena berharap tidak menjadikan anak dari hubungan itu (baca: KB), atau karena istri lebih dulu orgasmenya, maka ini BOLEH.
Hal ini berdasarkan hadits, dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يعزل عن الحرة إلا بإذنها
Rasulullah Shalallahu’Alaihi wa Sallam ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali atas izinnya.
(HR. Ahmad no. 212, Ibnu Majah no. 1928, hadits ini dhaif.)
Juga hadits lainnya yang shahih, dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu;
كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم والقرآن ينزل
Kami melakukan ‘azl pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam padahal Al Qur’an masih turun.
(HR. Muttafaq ‘Alaih)
Artinya, jika memang ‘azl adalah kesalahan tentunya sudah ada teguran dari Allah Ta’ala dalam wahyu-Nya.
Dengan demikian, riwayat ini menunjukkan kebolehan KB dgn ‘azl, dalam rangka mengatur kelahiran, bukan membatasi kelahiran, dengan syarat atas izin istri.
Ada pun disebutnya ‘azl seperti pembunuhan bayi diam-diam, sebab orang yang melakukannya dimotivasikan tidak menginginkan lahirnya anak, bukan bermakna benar-benar pembunuhan itu sendiri.
Demikian. Wallahu a’lam.
(ind/alfahmu)