ADA beberapa fikih tentang ucapan Insya Allah. Asalnya diucapkan untuk perbuatan yang akan dilakukan di masa mendatang. Seperti perkataan Nabi Ismail ‘alaihissalam:
سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Engkau akan mendapati aku, insyaAllah, sebagai orang yang sabar.” (QS. Ash Shaffat: 102).
Baca Juga: Dahsyatnya Makna Lafaz insya Allah dalam Al-Qur`an
Fikih tentang Ucapan Insya Allah
Dari Itban bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:
ووَدِدْتُ يا رَسولَ اللَّهِ، أنَّكَ تَأْتِينِي فَتُصَلِّيَ في بَيْتِي، فأتَّخِذَهُ مُصَلًّى، قالَ: فَقالَ له رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: سَأَفْعَلُ إنْ شَاءَ اللَّهُ
“Wahai Rasulullah, aku berharap Anda dapat mendatangi rumahku, lalu Anda mengerjakan shalat di sana, kemudian akan aku jadikan tempat tersebut nantinya sebagai ruangan shalat di rumahku.”
Dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan lakukan itu insyaAllah.” (HR. Bukhari no.425).
Hukumnya mustahab, tidak sampai wajib
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا * إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“Janganlah engkau mengatakan sesuatu untuk dikerjakan besok, kecuali sambil mengucapkan: insyaAllah.” (QS. Al Kahfi: 23-24).
Para ulama membawa larangan dalam ayat kepada hukum makruh. Maka dianjurkan mengucapkan “insyaAllah”, tidak sampai wajib.
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah (1/33) mengatakan:
وتعليق الخبر فيها بمشيئة الله مستحب
“Memberikan tambahan kata “insyaAllah” dalam memberikan kabar, hukumnya mustahab (dianjurkan).”
An Nawawi mengatakan:
يستحب للإنسان إذا قال سأفعل كذا أن يقول: إن شاء الله تعالى على جهة التبرك والامتثال
“Dianjurkan bagi seseorang ketika mengucapkan: saya akan lakukan ini dan itu, untuk menambahkan kata ‘insyaAllah ta’ala’.
Dalam rangka untuk tabarruk (ngalap berkah) dan menaati perintah Allah.” (Syarah Shahih Muslim).
Boleh mengucapkannya untuk amalan ibadah yang sudah berlalu, dalam rangka tawadhu’
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
أما في العبادات فلا مانع أن يقول: إن شاء الله صليت، إن شاء الله صمت؛ لأنه لا يدري هل كملها وقبلت منه أم لا
“Adapun dalam masalah ibadah, boleh seseorang mengatakan: saya sudah shalat insyaAllah. Atau mengatakan: saya sudah puasa insyaAllah.
Karena ia tidak tahu apakah sudah melakukan ibadah tersebut secara sempurna atau tidak, dan tidak tahu apakah diterima atau tidak.”
أما الشيء الذي لا يحتاج إلى ذكر المشيئة مثل أن يقول: بعت إن شاء الله- فهذا لا يحتاج إلى ذلك
“Adapun dalam perkara-perkara yang tidak perlu untuk menyebutkan kehendak Allah di sana, maka tidak perlu mengucapkan insyaAllah.
Seperti mengatakan: saya sudah membelinya insyaAllah. Ini tidak diperlukan.” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, 5/403-404).
Penulisan “insyaAllah”
Yang paling penting adalah pengucapan dan penulisan “insyaAllah” dalam bahasa Arab, yaitu:
إن شاء الله
Adapun transliterasi ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris itu perkara longgar. Maka kita dapati ada yang menuliskan “insyaAllah”, “insyaallah”, “in-syaa Allah”, “in-syaa’a Allah”, “insha Allah”, dan lain-lain.
Ini semua sah-sah saja selama menghasilkan pengucapan yang benar sesuai dengan bahasa Arabnya.
Jika menghasilkan pengucapan yang keliru seperti: “insyaullah”, “insa Allah”, “inza Allah”, dan semisalnya, maka tidak diperbolehkan.
Sebenarnya masih banyak sekali fikih terkait ucapan “Insya Allah”. Semoga Allah memberi taufik. Aamiinn. [Cms]
@fawaid_kangaswad