BAGAIMANA hukum berbekam saat puasa? Assalamu’alaikum Ustaz, izin bertanya. Bagaimana hukum berbekam siang hari bulan ramadan? Jazaakallahu sebelumnya. (DG)
Ustaz Farid Nu’man Hasan, M. I.kom. menjelaskan, berbekam saat puasa diperselisihkan ulama. Mayoritas mengatakan tidak apa-apa. Sementara para ulama Hanabilah (Hambaliyah) mengatakan batal.
Pihak yang mengatakan batal, berdalil hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أَفْطَرَ الْحَاجِم وَالْمَحْجُوم
“Orang yang membekam dan yang dibekam, hendaknya berbuka puasa.” (HR. Ibnu Majah no. 1679. Dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Syu’aib Al Arnauth, dll)
Namun, mayoritas ulama mengoreksi dengan mengatakan bahwa hadis itu telah mansukh (dihapus hukumnya), oleh hadis berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
“Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berbekam dan beliau sedang ihram, dan pernah berbekam padahal sedang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 1938)
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
قَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ وَغَيْره : فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّ حَدِيث ” أَفْطَرَ الْحَاجِم وَالْمَحْجُوم ” مَنْسُوخ لِأَنَّهُ جَاءَ فِي بَعْض طُرُقه أَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاع
“Berkata Ibnu Abdil Bar dan lainnya: “Hadis ini merupakan dalil, bahwa hadis yang berbunyi “Orang yang membekam dan yang dibekam, hendaknya berbuka”,
telah mansukh (dihapus) karena telah ada beberapa riwayat lain bahwa hal itu (berbekam ketika ihram) terjadi pada haji wada’ (perpisahan).”
(Fathul Bari, jilid. 4, hlm. 178)
Baca Juga: Sekilas Sejarah Bekam dan Pesan Nabi untuk Berbekam
Berbekam Saat Puasa
Imam Al Mundziri mengatakan hadis Abu Hurairah telah dihapus oleh hadis Ibnu Abbas. (‘Umdatul Qari, jilid. 11, hlm. 40)
Sementara Imam Ibnu Hazm, berpendapat tidak mansukh, tapi memang berbekam tidaklah batal. (Al Muhalla, jilid. 4, hlm. 335-336)
Sebagian ulama menjelaskan kalaupun hadis tersebut tidak mansukh, namun makna hadis “hendaknya berbuka” bukan berarti batal tapi diberikan keringanan bagi yang berbekam untuk berbuka saja.
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:
وَقَالَ الْأَكْثَرُونَ لا بأس بها إذ صح عن بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ وَإِلَيْهِ ذَهَبَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُ أَبِي حَنِيفَةَ وَقَالُوا مَعْنَى قَوْلِهِ أَفْطَرَ تَعَرَّضَ لِلْإِفْطَارِ كما يقال هلك فلان إذا تعرض الهلاك
“Mayoritas ulama mengatakan tidak apa-apa hal itu (berbekam), karena telah sahih dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berbekam dan saat itu dia sedang ihram dan berbekam saat berpuasa.
Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan para sahabat Abu Hanifah.
Mereka mengatakan bahwa makna sabdanya “hendaknya berbuka” adalah dibuka peluang baginya untuk berbuka, sebagaimana dikatakan “halaka fullan” (fulan binasa), artinya dia terbuka peluang untuk binasa.”
(Tuhfah al Ahwadzi, 3/407)
Sementara, dari Tsabit Al Bunani:
سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لَا إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
“Anas bin Malik ditanya: “Apakah Anda memakruhkan berbekam bagi orang puasa?” beliau menjawab: “TIDAK, selama tidak membuat lemah.”
(HR. Bukhari no. 1940)
Dari keterangan ini maka jelaslah kebolehan berbekam, dan ini pendapat yang lebih kuat dibanding pihak yang mengatakan batal, kecuali jika melemahkan, maka ia makruh sebagaimana yang dikatakan Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]