SAYANG merupakan ungkapan khusus kepada pasangan. Sayangnya, tak semua ungkapan ini menunjukkan keadaan dalam dan luar perasaan pasangan.
Tulisan ini tentu dimaksudkan untuk pasangan suami istri. Karena sayang merupakan salah satu buah dari pernikahan yang disyariatkan Islam.
Tanpa pernikahan, ungkapan sayang tak lebih hanya sekadar trik tipu-menipu seseorang kepada sosok yang ia cintai. Meskipun trik ini sudah dianggap lumrah.
Sayang Suami Istri
Sayang dalam ungkapan antara suami istri memiliki dua makna. Pertama, hanya sekadar kelaziman sebuah panggilan. Biasanya dilakukan oleh pasangan yang tergolong pengantin baru.
Ketika mereka sudah memiliki anak, biasanya panggilan ini berubah. Ada panggilan ayah ibu, papa mama, abi umi, dan lainnya.
Ketika ‘sayang’ hanya sekadar panggilan, maka ‘sayang’ kehilangan nilai intrinsik. ‘Sayang’ menjadi hanya sekadar kata yang tidak memiliki kekuatan makna.
Orang lain mungkin akan terpesona ketika pasangan suami istri saling memanggil dengan sapaan sayang. Tapi, bagi diri pasangan itu sendiri, sayang hanya sekadar panggilan biasa.
Dengan kata lain, kata sayang seolah mengalami inflasi karena terlalu sering diungkapkan dan akhirnya menjadi hal biasa.
Kedua, sayang sebagai proyeksi dari keadaan hati antara suami istri. Mungkin kata ini jarang diucapkan. Tapi ketika diucapkan, kata ini memiliki getaran yang lain dari biasanya.
Misalnya, suami istri yang saling menguatkan ketika salah satu dari mereka mengalami musibah. Salah satu dari mereka mengatakan, “Sayang, jangan khawatir. Aku akan selalu bersamamu.”
Ketiga, sayang yang diucapkan karena ada yang diincar dari pasangannya. Bisa dibilang, ini tak ubahnya seperti ungkapan sayangnya para politisi yang mengharapkan barter demi keuntungan masing-masing.
Jadi bisa dibilang bahwa sayang dalam hal ini agak manipulatif. Diucapkan secara dramatis untuk memperoleh keuntungan maksimal.
Pertanyaannya, apa mungkin ada ungkapan sayang seperti di kalangan suami istri?
Hal ini tergantung dari keadaan mutu masing-masing hati suami istri. Karena ketika mereka ikhlas untuk saling mencintai karena Allah subhanahu wata’ala, maka yang awal muncul di setiap niatan adalah keinginan untuk memberi, bukan menerima.
Mungkin juga, ini sebagai siasat dari cara ‘damai’ untuk mendobrak kebuntuan. Misalnya, ketika suami memiliki sifat kikir, maka istri akan memainkan cara manipulatif seperti ini.
“Sayang, kamu baik deh. Tambahin lagi ya uang belanjanya,” begitu kira-kira ucapan sang istri.
Kata sayang tidak keluar tulus, melainkan karena hanya sekadar manipulasi. Semoga kita terhindar dari keadaan seperti ini.
Jadi, ketika suami istri dipenuhi cinta Allah dalam dunia cinta mereka, maka ungkapan tulus akan terucap, “Sayang, aku selalu di sisimu.” [Mh]