ChanelMuslim.com – Nama Vanessa Angel tengah ramai diperbincangkan publik, seusai dirinya diduga terlibat dalam jaringan prostitusi online. Seusai diperiksa, Polda Jatim menetapkan Vanessa Angel hanya sebagai saksi korban, dan sudah dipulangkan.
Kasus ini masih terus diinvestigasi. Belakangan VA mengaku dijebak oleh teman sesama artis agar namanya masuk ke dalam daftar jaringan prostitusi online. Polisi dan publik sama-sama belum tahu soal kebenarannya.
Berita tentang artis memang selalu mengundang berbagai reaksi dan komentar. Tidak lama sejak kasus ini ramai diberitakan, netizen mengeluarkan reaksi yang luar biasa. Mulai dari menjadikannya bahan lelucon hingga komentar pedas. Menanggapi reaksi netizen, pada tanggal 6 januari Afi Nihaya Faradisa memberikan empat point tanggapannya. Dan poin pertama membuat netizen marah. Poin pertama itu isinya sebagai berikut.
1. Ada permintaan, ada penawaran. Hukum pasar dalam bidang ekonomi pasti seperti itu. Dan VA berhasil melampaui hukum pasar tersebut, dia menciptakan pasarnya sendiri. Dia yang memegang kontrol dan otoritas atas harga, bukan konsumennya. Saya justru penasaran bagaimana VA membangun value/nilai dirinya, sehingga orang-orang mau membayar tinggi di atas harga pasar reguler. Seperti produk Apple Inc. atau tas Hermes– kita bisa belajar dari sana.
Padahal, seorang istri saja diberi uang bulanan 10 juta sudah merangkap jadi koki, tukang bersih-bersih, babysitter, dll. Lalu, yang sebenarnya murahan itu siapa? *eh
(Makanya, kalau tidak mau dihakimi jangan menghakimi).
Lalu pada tanggal 8 januari, Afi membuat klarifikasi yang isinya sebagai berikut,
Buat yang ngamuk-ngamuk terhadap status tanggapan saya soal VA:
Jika Anda merasa saya merendahkan istri, Anda salah. Itu cuma persepsi Anda terhadap tulisan saya. Dan namanya persepsi, bebas-bebas aja. Setiap orang pasti nangkapnya berbeda. Dan saya tidak bisa memaksa
Yang bisa saya katakan adalah saya sama sekali TIDAK menulis "istri lebih murahan/rendahan dari PSK". Anda hanya menyimpulkan dengan salah. Sangat salah.
Dan saya sama seksli tidak bermaksud merendahkan/membandingkan istri dengan PSK. Bagaimana bisa Ferguso, saya sendiri kan seorang perempuan. Saya punya mama. Dan saya akan jadi seorang istri, mama, dan melahirkan calon mama di masa depan. Apakah masuk akal kalau saya merendahkan mereka????? Jawab dong.
Tulisan saya bertujuan untuk menyinggung siapapun yang semata-mata menyalahkan/menghakimi VA. Dan ITU SUDAH SAYA TULIS DENGAN JELAS DAN EKSPLISIT BANGET DI NOMOR 1. Gitu maksudnya. Jadi, yang murahan adalah mereka-mereka yang menghakimi VA, sekaligus main asal menuding kalau kesalahan murni semua dari VA. Padahal ada andil si laki-lakinya juga. Yang diblow up di media dengan sangat gencar juga cuma si perempuannya. Saya jengah. Gitu lho maksud saya.
Anda mispersepsi.
Kalau Anda TIDAK MERASA menghakimi VA, ya udah, berarti BUKAN ANDA yang saya maksud. Objektif yuk.
Kalau Anda merasa tersinggung, ya sudah, berarti Anda memang kaum "holier-than-thou" yang kemarin saya tulis, terlepas Anda itu perempuan, istri, ibu, laki-laki, atau alien sekalipun.
Meski begitu mari kita telaah pendapat Afi. Pada kalimat,
Ada permintaan, ada penawaran. Hukum pasar dalam bidang ekonomi pasti seperti itu. Dan VA berhasil melampaui hukum pasar tersebut, dia menciptakan pasarnya sendiri. Dia yang memegang kontrol dan otoritas atas harga, bukan konsumennya. Saya justru penasaran bagaimana VA membangun value/nilai dirinya, sehingga orang-orang mau membayar tinggi di atas harga pasar reguler. Seperti produk Apple Inc. atau tas Hermes– kita bisa belajar dari sana.
Pada poin ini, Afi juga telah melakukan tuduhan jika VA itu benar-benar pelaku prostitusi online. Sama halnya dengan netizen lain yang melontarkan ujaran pedas pada VA. Padahal polisi sendiri menetapkan VA baru sebagai saksi korban bukan tersangka.
Tanggapan lain yang membuat panas hati emak-emak adalah persoalan bagaimana VA meningkatkan value atau nilai diri sehingga dibayar di atas harga pasar sementara seorang istri yang dibayar 10 juta perbulan dibawah harga layanan prostitusi online yang ramai disebarkan di berita (80 juta) harus mengerjakan segala hal pekerjaan rumah tangga. Ditambah dengan kalimat, yang sebenarnya murahan itu siapa?
Afi lupa bahwa value seorang VA adalah sebagai public figure yang wajahnya sering nongol di televisi. Jika kita bandingkan value VA sebagai seorang artis, tingkatannya masih jauh di bawah artis-artis lain semisal Raisa yang tengah menunggu kelahiran buah hatinya bersama suami tercinta, Hamish Daud. Apalagi jika dibandingkan dengan seorang Dewi Sandra yang belakangan hijrah, bersama suaminya menata hidup bersama Islam. Bahkan Dewi Sandra berhasil menaikan value dirinya sebagai brand ambassador sebuah brand kosmetik ternama di Indonesia. Kalau begitu sekarang siapa sebenarnya yang murahan?
Lalu jika value diri seharga 80 juta sekali layanan dibandingkan dengan satu buah tas Hermes, sayang sekali bahkan angka itu tidak menjangkau harga satu buah Tas Hermes. Tas Hermes berharga kisaran ratusan juta rupiah. Ussy Sulistiawaty yang berprofesi sebagai penyanyi, artis, presenter dan belakangan juga menggeluti bisnis kosmetik memiliki koleksi tas Hermes. Dilansir dari idntimes.com, koleksi tas Hermesnya yang paling murah sekitar Rp 115,5 juta dan yang termahal Rp 1,05 miliar.
Lalu kalimat Padahal, seorang istri saja diberi uang bulanan 10 juta sudah merangkap jadi koki, tukang bersih-bersih, babysitter, dll. Lalu, yang sebenarnya murahan itu siapa? *eh
(Makanya, kalau tidak mau dihakimi jangan menghakimi).
Kalimat yang Afi ungkapan ini tidak lebih dari sebuah kalimat sarkas kepada seorang istri. Menjadi ambigu karena Afi tidak menunjukan kalimat itu ditujukan pada siapa. Bisa saja kalau persepsinya diganti, “Lho aku seorang istri yang diberi gaji bulanan 10 juta tapi tidak menghakimi kok. Malah kamu yang berani-beraninya bilang istri dibayar murah.”
Walau dua hari kemudian Afi mengklarifikasi kepada siapa kalimat itu ditujukan. Netizen sudah kadung marah. Sayangnya Afi tetap menganggap netizenlah yang salah persepsi. Padahal dirinya sendirinya yang membuat orang lain salah persepsi. Netizenlah yang merasa paling suci dan paling benar, padahal dia sendiri tidak menyadari kesalahannya.
Kalau Afi menganggap reaksi netizen itu sesuai persepsinya, Afi harus menerima semua tanggapan pada tulisannya. Apalagi jika tulisannya tidak jelas ditujukan pada siapa. Pada poin ke tiga Afi dengan jelas menunjukan pihak yang ditujunya adalah media. Selebihnya Afi hanya menumpahkan kekesalannya pada masyarakat yang merasa paling suci dan bagaimana masyarakat selalu menyalahkan pihak perempuan.
Mungkin dalam bayangan Afi, hidup seorang istri itu penuh derita, mengalami KDRT dan menjadi sapi perahan suaminya. Nampaknya Afi harus memperluas jaringannya sehingga bisa melihat dunia dengan lebih luas lagi. Banyak istri-istri shalihat yang meski mengurus rumah tangganya tapi tidak pasrah bergantung pada suami. Di antara mereka ada yang tumbuh sebagai pengusaha, peneliti, profesor dan lainnya tanpa harus menggadaikan harga diri dan juga tanpa harus lalai dari kewajibannya pada keluarga.
Kasus KDRT, pelecehan seksual dan kasus diskriminasi pada perempuan memang ada di negeri ini bahkan di negera adidaya semacam Amerika. Kasus jaringan prostistusi online juga termasuk kejahatan yang harus kita perangi. Mari kita berikan gambaran keluarga yang positif, yang bahagia, sakinah wa rahmah, baiti jannati kepada publik agar masyarakat termotivasi untuk membangun keluarga yang bahagia. (MAY)