ChanelMuslim.com- Bahasa menunjukkan hati. Bahasa khusus menunjukkan keadaan hati yang khusus. Khususnya suami istri yang terpaut cinta sejati.
Bahasa menunjukkan kepekaan hati. Semakin tinggi tingkat kepekaan hati seseorang terhadap orang lain, semakin irit bahasa yang dilontarkan. Cukup dengan isyarat sederhana, komunikasi terjalin begitu intensif.
Begitulah interaksi suami istri. Cinta mengolah semua keadaan hati menjadi begitu transparan. Tertangkap jelas meskipun begitu tertutup. Dan ketika hal ini menjadi sebuah komunikasi, uraiannya menjadi begitu sederhana dan irit. Karena, maksudnya sudah tertangkap sebelum bahasa mengolahnya menjadi makna.
Itulah yang disebut dengan bahasa isyarat. Hal ini juga menunjukkan terpautnya dua hati menjadi satu keadaan. Sedihnya satu. Bahagianya satu. Marahnya satu. Dan rasa nyaman dan gelisahnya juga dalam satu sinyal yang sama.
Contoh, ketika suami pulang dalam keadaan lapar. Ia tak perlu mengatakan, “Duh, perutku lapar banget. Tolong sediakan makanan dong.”
Bahasa seperti ini bahasa lazim jika hati belum atau sulit menyatu. Sehingga istri tidak mampu menangkap keadaan diri suami. Apakah ia kenyang, lapar, atau lapar sekali.
Dan, untuk mereka yang terbiasa di tingkat kepekaan hati yang tinggi, tidak terbiasa melontarkan keinginan secara vulgar seperti itu. Apalagi sampai dengan deskripsi yang begitu detil. “Sayurnya jangan dicampur ya. Sambalnya sedikit aja. Nasinya banyakin!” Dan seterusnya.
Lontaran terakhir persis seperti seorang pelanggan warung makan ketika memesan makanan ke pelayan. Begitu vulgar, deskriptif, dan bertele-tele. Rasanya, tidak pas lontaran itu terucap dari seorang yang hatinya sudah saling menyatu dalam.
Cukup suami menunjukkan keadaan lemas sepulang dari kerja, istri pun akan menangkap kilasan singkat itu sebagai sebuah informasi yang utuh. Suamiku lapar. Ia butuh makanan dengan ukuran sedang. Ditambah sayur dengan penyajian ini dan itu. Lauk yang cukup diletakkan di pinggiran piring. Dan seterusnya.
Ketika ekspresi suami tertangkap utuh itu, istri hanya mengatakan, “Tunggu ya Mas. Aku akan siapkan makanan!” Tanpa perlu bertanya ini dan itu. Dan tanpa suami menguraikan secara panjang dan lebar.
Begitu pun ketika istri tiba-tiba terlihat lesu. Suami yang hatinya sudah menyatu tak merasa perlu untuk menanyakan ini dan itu. “Kamu sakit ya? Kok lesu begitu? Sudah makan belum?” Ungkapan panjang itu justru bikin hati tambah ruwet. Mau dijawab kepanjangan. Gak dijawab, ditanya terus.
Suami cukup menangkap ekspresi istri dengan hati. Keadaan itu memang tidak biasa. Pasti ada sebabnya. Dan suami sudah begitu menguasai problem apa saja yang bisa memunculkan keadaan istri seperti itu.
Ia tak merasa perlu menanyakan secara jelimet. Ia cukup dekati. Ia menyentuh dengan lembut. Dan memberikan isyarat bahwa ia berada di pihak istri. Ia siap berkorban apa pun agar masalahnya bisa teratasi dengan baik.
Menggali Curahan Hati
Di sinilah bedanya antara hati yang menyatu dengan hati yang terpisah. Terlebih lagi dengan jarak yang jauh. Dan menyatu itu melebihi dari dekat.
Suami atau istri yang menangkap hal yang tidak wajar dari kilasan ekspresi pasangannya, tak merasa perlu untuk menanyakan ini dan itu. Karena itu hanya akan menunjukkan keadaan hati mereka yang berjarak.
Bagaimana mungkin sebuah masalah yang begitu berat, tidak diketahui oleh seseorang yang mengklaim telah mencintai begitu dalam. Dan untuk mengetahuinya, ia bertanya lagi, lagi, dan lagi.
Cukup dengan memposisikan dan mengekspresikan keadaan hati dan diri yang sepihak, seperti duduk saling bersebelahan, saling berdekatan, saling memberikan sentuhan; itu sudah sangat cukup untuk memberikan ruang terbukanya curahan hati yang ingin disampaikan.
Kalau curahan itu belum terlontar, tangkap sisi lain yang mungkin jauh lebih penting dari isi curahan itu sendiri. Misalnya, ada khawatir kalau akan membebani pasangan jika itu dilontarkan. Dan lainnya. Cukup berikan ekspresi dukungan dan menunggu. Suatu saat, boleh jadi, masalah akan selesai sendiri.
Menangkap isyarat memang tidak mudah. Butuh ikatan hati yang begitu kuat. Butuh jalinan cinta yang saling mempercayai. Sehingga, satu ekspresi sudah bisa mewakili sejuta kata. [Mh]