SAHABAT Muslim, kita bisa banyak belajar dari romantisnya Nabi Muhammad dan Aisyah. Orang mungkin berpikir bahwa seorang wanita Muslim adalah korban pria dan masyarakat.
Mari kita lihat bagaimana Islam menghargai wanita dan melindunginya dari komoditas yang bisa diperjualbelikan, mari kita lihat bagaimana Nabi Muhammad saw adalah pahlawan hak-hak wanita.
Baca Juga: Cara Menjadi Suami Romantis seperti Rasulullah
Belajar dari Romantisnya Nabi Muhammad dan Aisyah
Menghormati Wanita
Di era pra-Islam, ketika orang-orang Arab memiliki kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup untuk menyingkirkan “mulut yang harus diberi makan” itu, Nabi Muhammad berjanji bahwa siapa pun yang merawat dan mendidik putrinya dengan baik akan memasuki surga.
Pada waktu itu wanita diperlakukan seperti budak atau properti dan persetujuan pribadi mereka tentang apa pun dianggap tidak penting, bahkan mereka bahkan tidak pernah diperlakukan sebagai pihak yang dimintai persetujuannya dalam pernikahan.
Nabi Muhammad memberi wanita hak untuk menerima atau menolak pernikahan, bahkan beliau melarang orangtua memaksa anak wanita mereka untuk menikah di luar kehendaknya.
Feminis Sejati
Identitas wanita Muslim dipertahankan setelah pernikahannya. Rasulullah telah memberikan hak untuk tidak mengubah nama keluarga istri menjadi nama suaminya setelah menikah.
Di beberapa negara Muslim, wanita dikenal dengan nama ayahnya, sebagai tanda identitasnya sendiri. Dia juga memiliki hak untuk meminta perceraian, jika perlu dalam hukum Islam.
Memang, Nabi Muhammad adalah yang pertama di semenanjung Arab yang memberi wanita hak untuk memilih, di masa di mana mereka diperlakukan hanya untuk satu tujuan dan kemudian dibuang.
Kisah Romantis
Jika Anda ingin membaca kisah cinta yang sempurna, saya sarankan Anda tidak membaca “Romeo dan Juliet” tetapi membaca kisah Muhammad dan Aisyah.
Dalam kata-kata Aisyah sendiri menjelaskan betapa indahnya hubungan antara dia dan Nabi Muhammad. Nabi adalah seorang suami yang pengasih. Aisyah berbicara tentang saat-saat ketika dia menikmati makanan bersamanya.
Rasulullah menikmati makanannya hanya ketika dia duduk di sebelahnya. Mereka minum dari satu cangkir yang sama dan beliau memperhatikan di mana Aisyah meletakkan bibirnya sehingga Rasulullah bisa menempatkan bibirnya di area yang sama. Rasulullah makan dari tempat Aisyah makan. Dia juga mengatakan bahwa Rasulullah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dan dia akan melakukan hal yang sama.
Cinta yang kuat
Aisyah dan Nabi akan menggunakan bahasa kode satu sama lain untuk menunjukkan cinta mereka. Dia bertanya kepada Nabi bagaimana dia akan menggambarkan cinta untuknya.
Nabi Muhammad menjawab, dengan mengatakan: “Seperti ikatan yang kuat.” Semakin Anda menarik, semakin kuat, dengan kata lain.
Seringkali Aisyah bertanya melucu,” Bagaimana simpulnya? “Nabi akan menjawab,” Sekuat hari pertama (Anda bertanya). ”
Ketika dia ditanya: “Apa yang Nabi lakukan di rumahnya?” Dia menjawab, “Beliau menyibukkan diri dengan keluarganya.” Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Siapa yang paling dikasihi di hatimu?” Beliau langsung menjawab, “Aisyah.”
Sebelum kematiannya, kata-kata terakhir Nabi Muhammad kepada para sahabatnya adalah: “Perlakukan wanita dengan kebaikan, perlakukan wanita dengan kebaikan!
Takut akan Allah dalam berhubungan dengan mereka dan pastikan Anda menginginkan yang baik untuk mereka.”
Ini adalah kata-kata publik terakhirnya tentang wanita yang menanggapi makna dari ayat yang diungkapkan berikut ini tentang kehidupan berpasangan:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar Ruum : 21)
[Maya/aboutislam.net/Cms]